Senin, 09 Februari 2015

Paripurna

PARIPURNA
(Kontemplasi Peradaban)
 
       Saya pernah tinggal beberapa hari di sebuah biara yang khusus untuk para biarawan tua. Saya mendapatkan kehormatan boleh makan dan rekreasi bersama-sama para mantan. Ada mantan provinsial, ada mantan ketua yayasan dan ada mantan kepala sekolah dan tentunya ada beberapa orang yang dulu sebagai pastor paroki.
          Selama makan, masing-masing orang tua itu berbicara masa lalunya. Yang sering terdengar adalah kata-kata, "Dulu, ketika saya menjabat sebagai…." Dan dari situ, munculah kisah-kisah triumvalistis yang heroik. Lantas ketika kami rekreasi bersama pada malam hari, ada mantan ketua yayasan yang marah-marah kepada mantan guru. Sengaja guru itu diundang untuk dimarahi. Mantan ketua yayasan itu lupa bahwa sekarang dia sudah "tidak punya pengaruh apa-apa lagi."
          Saya melihat sebagian kecil  soca para biarawan tua itu terdapat guratan-guratan kesedihan, kecemasan, kepiluan dalam wajahnya. Teringat dalam benakku akan drama tragedi tulisan Shakespeare (1564 – 1616) dengan judul, "King Lear". Secara tersirat, Shakespeare menuliskan bahwa orang-orang yang mengalami  post power syndrome bagaikan menelan pil pahit di mulutnya dan tidak kuasa untuk membuangnya.
          Menjadi tua itu suatu keharusan, namun menjadi dewasa itu pilihan. Seorang ketua atau pemimpin atau karyawan yang merasa bahwa diri mereka akan pensiun, tentu sudah menyiapkan segala-galanya dan dalam hati berkata, "Suatu saat nanti saya akan menjadi nothing." Namun "nothing"  yang berkualitas dengan cara "lengser keprabon madeg pandhito" – mengundurkan diri secara suka rela dari kedudukan atau selesai bertugas dan "mundur diri" dari dunia keramaian untuk "bertapa" di pertapaan. Ia bekerja secara sempurna dan saved by the bell ring.
          Ada sebuah tradisi dalam dunia penerbangan yang patut kita renungkan. Ketika sebuah pesawat landing, ada tepuk tangan meriah yang muncul dari antara sekelompok keryawan perusahaan maskapai. Saya merasa bahwa peristiwa ini agak tidak biasa. Saya mencari tahu informasi dari seorang pramugari bahwa pilot yang memegang navigasi dalam  flight kali ini,  baru saja menyelesaikan penerbangan yang terakhir dalam kariernya. Ia akan pensiun besok dan rekan-rekannya mengucapkan salam kebahagiaan untuknya.
          Baik jika sejenak kita menengok sejenak pada mitologi kuno tentang  "nyanyian seekor angsa".  Swan song atau nyanyian angsa adalah sebuah idiom bahasa Inggris yang menggambarkan suatu karya terakhir yang dipersembahkan seseorang ke hadapan publik. Istilah ini biasanya digunakan dalam dunia politik, olah raga maupun seni.  Ia sudah menyadari bahwa penampilannya ini adalah yang terakhir kalinya sebelum ia pensiun dan menarik diri (madeg pandhito), sehingga ia terdorong untuk menampilkan karyanya yang terbaik dan sempurna. Dalam mitologi ini, seekor angsa akan menyanyi dengan sangat indah tatkala sekarat menjelang ajal dan nyanyian inilah yang pertama dan terakhir kali dalam hidupnya.
          Memang sudah selayaknya bahwa setiap jabatan dan posisi mau tidak mau harus dilepaskan pada waktunya. Untuk  "melepaskan"  jabatan dan posisi itu kadang tidak gampang, maka dibutuhkan persiapan (Masa Persiapan Pensiun). Dan ketika waktunya tiba ia boleh mengatakan, "Paripurna" – telah usai dan telah penuh.

Senin, 9 Februari 2015   Markus Marlon


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: