Jumat, 24 Juni 2011

ORIENTASI

O R I E N T A S I
(Sebuah Percikan Permenungan)

Tatkala masih muda, Mahatma Gandhi (1869 - 1948) merasa puas menghabiskan
waktunya di London dan makan dengan para pengacara. Dia juga berlatih biola
dan mencoba belajar dansa "foxtrot", tarian khas Inggris. Namun ketika
dirinya berpaling dari kenikmatan dan keuntungan pribadi demi melayani
ribuan buruh India yang ditindas, Gandhi menemukan sumber-sumber batin yang
luar biasa. Mahatma Gandhi langsung mengubah orientasi hidupnya untuk
kemerdekaan bagi orang-orang India. Ketergerakan hatinya, ketika melihat
penindasan atau sikap yang tidak adil membuat dirinya mengubah orientasi
hidupnya. Yang dulunya merasa "established" dengan apa yang ada, kini
berani meninggalkan "zona nyaman" dalam dirinya untuk mendapatkan nilai yang
lebih tinggi bagi hidupnya. Kebanyakan para pemimpin atau yang menyebut
dirinya sebagai pelayan masyarakat mengaku dirinya sebagai pembawa
orientasi. Kata orientasi berasal dari kata "Oriens" (bhs. Latin, yang
berarti timur). Seorang pemimpin sudah layak dan sepantasnya mengajak
orang-orang yang dipimpinnya memandang ke arah timur. Arah Timur menunjukkan
sesuatu yang indah, terang dan murni, karena sebagai tempat munculnya
matahari terbit. Setiap pagi merupakan hari baru, diharapkan pula memiliki
semangat yang baru. Hari ini sebagai hadiah sudah terungkap dalam pepatah
Latin, "Heri est historia, crastinum mysterium" yang artinya kemarin adalah
masa lalu dan esok masih misteri. Setiap hari baru, hidup ini kita beri arah
(orientasi) dan tujuan, sehingga menjadi berkualitas. St. Ignatius dari
Loyola (1491 - 1556) yang memunyai motto, "Ad Maiorem De Gloriam" yang
artinya demi Kemuliaan Allah yang lebih besar, senantiasa menegaskan kata
"magis" yang berarti setiap hari harus lebih baik dari yang kemarin.
Selengkapnya, "magis magisque" yang berarti makin lama makin lebih.

Orientasi hidup yang sudah menjadi visi seseorang sulit digoyahkan untuk
tidak menyuarakan apa yang dirasa benar. Mahatma Gandhi terpanggil untuk
membebaskan rakyat India dari "perbudakan" bangsa asing. Orientasi hidup
sang Mahatma sangat jelas, sehingga tidak mau tergoda dengan kekuasaan -
yang kalau mau - tentunya dengan mudah bisa menjadi Presiden. Tetapi dirinya
lebih mementingkan kepentingan rakyat banyak dan oleh mereka, ia mendapatkan
gelar, "Bapa Bangsa". Hal inilah yang membuat namanya menjadi besar dan
dikenang sepanjang masa. Orang yang memiliki visi mampu melihat jauh ke
depan. Ia tidak berpikir untuk kepuasan sesaat. Sebuah negara yang dibangun
karena kesenangan sesaat cepat atau lambat akan mengalami kehancuran.

Orang-orang seperti Jeanne d'Arch (1411 - 1431), Thomas More (1478 - 1535),
Ibu Theresa dari Calcuta (1910 - 1997) dan Mahatma Gandhi memunyai karakter
yang tangguh. Apa pun yang menghalangi tujuan hidupnya diretasnya. Biasanya
halangan terbesar dari kaum golongan mapan (status quo) yang tidak mau
digoyang. Kenikmatan yang dialami sudah terlalu mendalam. Mereka berani
berkorban demi prinsip yang diyakininya dan untuk kepentingan banyak orang.
"Quidquid agis, prudenter agas et respice finem" artinya apa pun yang kau
lakukan. Lakukan dengan bijak dan tataplah tujuan akhirnya (Sir 7:36).

Untuk menjadi orang yang berkarakter tangguh, tidak perlu menjadi orang
hebat terlebih dahulu. Orang-orang bisa menjadi kudus dan suci melalui
jalan-jalan yang sederhana. Theresia Lisieux (1873 - 1897) dalam bukunya
yang berjudul "Wajah Tersembunyi" mengajak kita untuk merenungi makna
orientasi dalam dirinya. Perkara-perkara yang telah dibuat oleh Santa ini
membuatnya menjadi besar.

Kantor "Percikan Hati" 13 Mei 2011 - Skolastikat MSC Pineleng - MANADO

Tidak ada komentar: