(Sebuah Percikan Permenungan)
Dendam, memang sungguh luar biasa. Tidak ada suatu sikap yang lebih
mengerikan daripada dendam. Buku yang berjudul "The death of Adolf Hitler"
memberikan pelukisan yang jelas tentang apa yang dirasakan oleh Hitler.
Hitler (1889-1945) pada masa mudanya pernah hidup sangat melarat. Ia
bekerja serabutan. Dengan terus-terang, dia mengatakan bahwa dirinya amat
menderita. Penderitaan itu membangkitkan dendam dalam dirinya. Rasa marah
karena derita yang dialaminya, akhirnya tertuju pada orang-orang kaya
keturunan Yahudi, yang dianggapnya sebagai penyebab kemelaratannya. Pada
awal karir politiknya, Hitler adalah seorang pemuja Benito Mussolini (1883 –
1945). Dalam Mein Kampf, (sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
Penerbit Narasi) Hitler menyebut Benito Mussolini sebagai seorang manusia
agung (a great man) berkelas dunia. Tetapi Hitler juga memiliki pengalaman
baru yang dianggapnya sebagai penghinaan. Ketika ia menulis surat kepada
Mussolini untuk memohon potretnya yang bertanda tangan pribadi, diktator
Italia itu memandang hina permintaan itu dan menjawab melalui Kedutaan Besar
Italia, "Il Duce tidak merasa pantas mengabulkan permintaan Anda." Merasa
dipermalukan, maka Hitler tidak pernah akan melupakan peristiwa tersebut. Ia
menjadi pribadi pendendam.
Orang yang dendam itu bagaikan seseorang yang memelihara singa di rumahnya.
Ketika masih bayi, singa itu amat jinak. Sang singa itu mau makan daging
ayam yang disediakan oleh pemeliharanya. Namun singa tetap singa yang adalah
binatang buas pemakan daging. Demikian pula, orang yang dendam adalah
pribadi manusia yang memelihara binatang buas dalam hatinya. Dan binatang
itu, suatu saat akan menguasai yang memeliharanya. Dendam itu meredam dalam
hati dan pada suatu saat tentu akan "meletus" bagaikan letusan gunung
Vesuvius di tahun 1005. Para pendendam itu – barangkali – sudah
memiliki bibit kedendaman sejak masih kecil. Tetapi berhubung sudah
menumpuk, maka tidak mengherankan – dalam hal ini seperti yang dilakukan
oleh Hitler – jika dalam jangka waktu beberapa tahun saja, sekitar
6.000.000 orang Yahudi disiksa di kamar gas dan melayang jiwanya.
Banyak sekali tema dendam dalam film-film. Film yang berjudul, "Revenge"
dan "Vendetta" memberikan pelajaran yang berharga tentang makna dendam.
Dengan saling mendendam, akhirnya dua-duanya tewas dalam perkelahian. Dalam
film persilatan atau Kung Fu, ketika hendak beradu jurus-jurus, seseorang
menyediakan dua galian kubur. Satu untuk lawan dan satunya untuk dirinya
sendiri. Hal ini hendak menunjukkan bahwa dendamnya dibawa sampai mati.
Lebih jauh lagi kita menyaksikan adegan dendam dalam diri Sun-Tzu. Sun Tzu,
panglima perang dalam film "Sun Tzu" melukiskan bahwa strategi perang yang
termasyur itu akhirnya membuat dirinya mundur dari panglima dari negeri Wu.
Dia pun akhirnya menyadari bahwa dalam perang tersebut yang ditemukan
adalah dendam. Orang yang menang perang sine qua non harus berjaga-jaga
perlawanan dari orang yang dikalahkan. Dan yang kalah mencari waktu yang
tepat untuk membalas dendam supaya amarahnya bisa terbalaskan. Saling
membalas dendam tidak berujung itu kita sebut sebagai lingkaran setan
(vicious circle).
Kemudian kita bertanya, "Bagaimana dendam itu bisa diamsusikan sebagai
perasaan benci yang dibawa sampai mati?" Ada seorang yang marah kepada
tetangganya. Kemarahannya itu rupanya akan menjadi dendam. Maka, pergilah
orang itu ke orang yang bijak. Sang bijak mulai memberikan wejangannya,
"Tersebutlah seorang bapak sedang baku marah kepada tetangganya. Lalu
bapak itu disuruh menulis ungkapan hati kemarahannya di air, kertas dan
beton. Jika ditulis di air, maka setelah orang itu marah dan setelah itu
hilanglah rasa marahnya. Jika ditulis di atas kertas kemarahannya bisa
dihapus ataupun di tip-ex. Namun rasa marah itu bisa berlangsung beberapa
hari. Tetapi orang yang kemarahannya dipahat di atas beton, pahatan itu
akan terukir beberapa tahun bahkan tujuh turunan keluarga. Inilah yang kita
sebut sebagai dendam. Kekesalan dan kemarahan itu kita ukir dalam hati,
sehingga kebencian itu mengristal yang tentunya menunggu bom waktu saja,
kapan hendak meletus. Dalam pepatah Latin, kita kenal ungkapan yang
berbunyi, "Immortale odium et numquam sanabile vulnus," yang artinya
kebencian yang abadi dan luka yang tidak pernah dapat disembuhkan.
Pengalaman masa kecil dalam keluarga tentu diwarnai dengan perkelahian
entah baik fisik maupun non fisik. Kalau seorang anak kecil berkelahi dengan
kakaknya, biasanya yang terjadi adalah merusak permainan atau membuat
berantakan pakaian yang sudah diatur dengan rapi di lemarinya.
Perkelahian di masa kecil ini tersebut tidak membawa kebencian yang mengarah
kepada dendam. Setelah anak-anak itu dewasa dan meninggalkan rumah serta
sudah memiliki keluarga sendiri, "pengalaman masa lalu" itu malah menjadi
kenangan yang indah, jika diadakan reuni keluarga, "ngumpulake balung
pisah". Hal ini lain dengan "perkelahian" yang dialami saudara kembar:
Yakub dan Esau.
Film rohani berdasarkan Al-Kitab yang berjudul , "Jacob and Joseph" yang
disutradarai oleh Michael Cacoyannis, mengingatkan kita bahwa
kakak-beradik, bahkan saudara kembar pun diceritakan adanya dendam kesumat.
Pokok cerita dalam film tersebut berkisah tentang pergumulan dua anak
manusia tentang hak kesulungan. Esau anak kesayangan ayahnya, Ishak yang
berniat menyampaikan kepadanya berkat yang merupakan hak anak sulung (Kej
27: 1). Tetapi keunggulan Yakub atas kakaknya itu, yang sudah dikemukakan
sebelum mereka lahir dan pada saat kelahiran mereka (Kej 25: 21 – 26) dan
secara tidak disadari disahihkan oleh Ishak yang sudah tua itu (Kej 27: 22 –
29). Karena kejadian itulah, Esau menaruh dendam kepada Yakub (Kej 27:
41). Esau ingin membunuh Yakub dan dia pun disuruh lari oleh ibunya ke
negeri yang jauh sampai kemarahan kakaknya itu surut dan melupakan peristiwa
yang pernah dia alami (Kej. 27: 43 – 45)
Kantor "Percikan Hati", 02 Juni 2011
Biara Hati Kudus,
Skolastikat MSC - Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
Pineleng II, Jaga VI
Minahasa – MANADO
Sulawesi Utara – 95361
Markus Marlon MSC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar