(Sebuah Percikan Permenungan)
"A friend in need is a friend indeed," yang berarti teman dalam kesusahan
adalah teman sejati, pantas untuk kita renungkan. Teman yang membantu,
mendampingi di saat "jatuh" serta benar-benar memberikan pertolongan adalah
teman yang tulus hati. Mereka akan tetap setia dalam suka maupun duka.
Marcus Tullius Cicero (106 - 43 SM), pernah berkata, "Amicus certus in re
incerta cernitur" yang berarti sahabat sejati ditentukan ketika ada hal
yang tidak pasti. Ini berarti pula bahwa sahabat sejati ditentukan ketika
seseorang sedang menghadapi permasalahan. Seorang sahabat tidak akan
meninggalkan sendiri dalam kemelut permasalahannya, namun dia akan
mendampingi.
Dongeng klasik tulisan H.C. Andersen (1805 - 1875) yang berjudul, "The
Travelling Companion" menceriterakan kisah John - yang walaupun - sebatang
kara
dan miskin, ia memberikan semua uangnya untuk menolong orang yang sudah
meninggal dunia. Setelah itu, ia menjalani hidup tanpa uang saku atau bekal
yang
berarti. Namun di tengah perjalanan ia menemukan teman, yaitu Tom. Teman
itu sangat baik dan banyak membantu John ketika menghadapi kesulitan.
Akhirnya
John bisa hidup bahagia berkat pertolongannya. Itulah cerita dari "The
Traveling Companion." Kalau ditilik dari asal katanya (etimologi), kata
"companion" berasal dari kata "cum" (bersama) dan "panis" (roti). Arti
harfiahnya adalah makan roti bersama, makan dari roti yang sama, sharing
bersama, berjalan bersama-sama. Kebersamaan - idealnya - selalu disertai
dengan makan bersama. Suasana hati yang sedang makan, tentu disertai dengan
rasa gembira. Jika dalam makan bersama itu ada ganjalan hati, tentu saja
makanan - bagaimana pun nikmatnya - tidak akan tertelan.
Sikap yang tulus dalam persahabatan dapat dirasakan oleh orang lain. Sikap
hidup yang penuh kasih itu dimulai dalam keluarga. Tatkala anak dalam
bimbingan orang tua dan diasuh dengan penuh kasih, di kemudian hari, anak
tersebut akan memberikan kasih dan perhatian juga kepada sesama. Dia akan
menjadi sahabat yang baik.
Belum lama berselang, saya mengunjungi sebuah Panti Asuhan yang mengasuh
anak-anak "yang kelahirannya tidak dikehendaki oleh orang tuanya". Di
pojokan taman ada anak yang menaruh curiga-prasangka terhadapku sewaktu
saya mendekati dan ingin memeluknya. Tetapi anak itu menolaknya. Barangkali
"pengalaman penolakan" dari kedua orang tuanya yang tidak bertanggung-jawab
itu terpateri dalam hatinya dan menganggap orang lain itu pantas untuk
dicurigai.
Sikap curiga yang berlebihan itu bagaikan dinding yang tinggi yang
menghalangi seseorang bergaul akrab dengan yang lain. Namun tidak dapat
diingkari bahwa kita seringkali menemukan kehangatan persahabatan dalam
sebuah keluarga. Seorang anak yang diasuh oleh pengasuh yang sederhana,
baik hati dan setia, bisa menumbuhkan sikap afeksi dalam diri anak terebut
dan menjadi pribadi "yang penuh cinta". Pengalaman ini bisa kita sandingkan
dengan "David Copperfield" karya Charles Dickens (1812 - 1870). Membaca
Novel tersebut, banyak orang tentu berdecak kagum dengan kesetiaan si
Peggotty. Kemurnian hati Peggotty dalam mengasuh David yang telah ditinggal
mati ayahnya dan ibunya sungguh luar biasa. Dave, panggilan kesayangan
David Copperfield itu pada waktu itu hanya memiliki sahabat sejati yang
terdapat dalam diri Peggotty. Dan setelah mencapai kesuksesannya sebagai
penulis, tentu saja David tidak mungkin melupakan jasa-jasanya.
Persahabatan yang sedemikian ini berlangsung abadi, karena tidak ada
tendensi apa pun. Peggotty dan David bukanlah saudara kandung. Itulah
sebabnya, ada orang yang mengatakan bahwa tetangga adalah sahabat terdekat
dari diri kita. Jika kita sakit, pertama-tama yang tahu adalah tetangga
sendiri. Sedangkan saudara kandung (kakak-adik) itu tidak bisa merawat kita
yang sedang sakit karena jarak yang jauh. Di sinilah kita diajak untuk
memberi arti sebuah nilai persahabatan.
"Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu" adalah
sepenggal syair dari Sindentosca. Membangun persahabatan tidaklah mudah.
Tidak jarang kita temui persahabatan itu seperti "ulat" yang di dalamnya
ada konflik, perselisihan dan salah komunikasi. Kejadian seperti ini memang
dibutuhkan untuk memurnikan nilai sebuah persahabatan. Tetapi kemudian,
masing-masing pribadi perlu untuk berefleksdi diri yaitu dengan menjadi
"kepompong" dan hasilnya adalah seekor kupu-kupu yang indah.
Pada cerita lain kita kenal dengan film yang berjudul "Butterfly" yang
disutradarai oleh Nayato Fio Naula dengan lagu yang dinyanyikan oleh Melly
Guslaw dan Andhika Pratama. Film ini mengisahkan tentang tiga sahabat yaitu
Vano, Tia dan Desi yang mencari jati diri dalam perjalanan (companion) dan
mencari makna kehidupan. Klimaks dari cerita "Butterfly" ini adalah
kematian Desi yang dengan tulus "menyerahkan" Tia supaya menjadi sahabat
bahkan pasangan hidup bagi Vano yang juga dicintainya. Persahabatan memang
sungguh indah!!
Merauke, 27 Januari 2011
Markus Marlon MSC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar