Selasa, 17 Juli 2012

MEMBONGKAR KEEGOISAN

MEMBONGKAR KEEGOISAN*
(Sebuah Tulisan untuk Penyadaran Diri)

Ada seorang permaisuri yang memiliki puri megah-mewah. Puri tersebut
dibangun di tengah-tengah kota. Sang permaisuri begitu mencintai puri
tersebut, sehingga dibuat tidak memiliki jendela. Ia tidak kalau rela
perabot istana itu diketahui dan dilihat oleh orang lain. Di pusat purinya,
yakni tempat tidurnya, dikelilingi dengan kaca-kaca mewah untuk bersolek
setiap hari. Karena kegemarannya bersolek di depan kaca, maka sang raja
marah.

Dibongkarnya kaca-kaca mewah itu dan dibuatlah lubang. Dengan adanya lubang
tersebut, sang permaisuri baru menyadari bahwa di seberang istana banyak
orang menderita, di seberang istananya banyak orang yang perlu dibantu dan
dikunjungi. Sejak saat itulah, sang permaisuri menyuruh membuat
jendela-jendela di purinya, sehingga keluarga kerajaan suka untuk
mengunjungi orang-orang di sekitarnya.

Jendela memiliki multi-fungsi. Melalui jendela tersebut, orang bisa melihat
pohon-pohon dan keadaan di luar rumah tanpa terganggu kesehatannya (masuk
angin), karena mungkin ada kacanya. Pemeo yang berbunyi, "Buku adalah
jendela dunia" adalah tepat jika diterapkan dalam kehidupan kita. Jendela
hati adalah bagaimana kita berelasi dengan orang lain, bagaimana suami dan
istri serta anak-anak ada saling keterbukaan, sehingga jarang terjadi salah
paham.

"Tembok pribadi" merupakan penyekat antara dirinya dengan orang lain. Jika
tembok seseorang semakin tebal, maka orang itu akan menjadi pribadi yang
tidak tersentuh. Orang semacam ini akan hidup nyaman dan aman tinggal di
menara gading. Tembok inilah yang akhirnya bisa menjadi penyekat.
Sekat-sekat seperti ini yang membuat orang bisa jatuh dalam kesenjangan
sosial yang besar. Kisah Lazarus (Luk. 16: 20 – 25) hendak menunjukkan
kepada kita bahwa jika kita selama hidup tidak pernah solider dengan kaum
miskin – tentunya – akan membuat kesenjangan sosial yang lebar.

Agnes Monica – artis yang sedang naik daun – pernah bercerita bahwa
orang-orang yang mengkritik itu seperti orang-orang yang "melempar" batu
batu kepada dirinya. Batu-batu itu baginya malah dia jadikan tembok,
sehingga kariernya semakin kuat, maju dan berkembang. Monica menambahkan
lagi, setelah membuat tembok ia masih akan membuat jembatan dari material
dari lemparan orang-orang yang mengkritiknya dan berusaha bersahabat dengan
mereka. Ia berkata, "Tidak ada monument yang dibangun untuk menghormati
para pengritik." Itulah sebabnya, Monica terus berkarya dan menghasilkan
karya-karya yang luar biasa.
Orang yang berani membongkar keegoisan diri adalah mereka yang mudah
memberi. Theresa dari Kalkuta (1910 – 1997) adalah pribadi yang suka
memberi. Sewaktu kecil, ia "belajar memberi" dari ibunya yang bernama
Dranafile yang dalam bahasa Albania berarti bunga mawar. Dwiyani Christy
dalam Mother Theresa – Melayani Yang Termiskin Dari Yang Miskin, melukiskan
bahwa keluarga Bojaxhiu kerap mengundang orang-orang yang miskin, terlantar
dan kekurangan. Pengalaman-pengalaman inilah yang menjadi dasar yang kuat
bagi Theresa kecil untuk berkarya di kemudian hari.

Orang India meyakini bahwa dunia ini adalah sebagai jembatan menuju Nirvana
(nir = tiada, vana = sengsara dan penderitaan). Di tepi sungai Gangga,
banyak orang hidup dalam rumah yang sederhana, karena tahu bahwa nanti akan
berjalan menuju Sorga. Kita pun di sini dan kini memiliki "jembatan"
kita masing-masing. Melalui jembatan itu, ia bisa berelasi dengan diri
sendiri, (introspeksi, refleksi, meditasi) dengan sesama (pergaulan yang
sehat) dan dengan Tuhan (berdoa). Dengan berjalan "keluar diri" dan
berbagi dengan sesama, maka kita telah membongkar keegoisan kita (16 Mei
2012).
*Tulisan ini telah dipublikasikan pada Percikan Hati edisi April 2012

Markus Marlon MSC
Skolastikat MSC
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng K.M. 9
PINELENG – MANADO
95361

Tidak ada komentar: