Kamis, 14 April 2011

Merangkul lawan, memeluk sahabat

"MERANGKUL LAWAN MEMELUK SAHABAT"

"Mereka pasti tidak akan mengungkap dengan kata tapi tegakah hatimu untuk
tidak memberi penghargaan yang pantas bagi mereka ?"

Sewaktu menjalani tahun pembinaan sebagai frater di Seminari Tinggi di
Pineleng-Manado, saat terindah setiap minggu, adalah hari rabu siang sampai
malam. Ya, karena saat itulah waktunya bagi para frater untuk keluar
"kandang" (asrama) untuk bermacam kegiatan sesuai kebutuhan pribadi. Ada
yang mengunjungi keluarga; yang lain bertemu sahabat kenalan; yang lain
lagi pasti mengisi kursi-kursi kosong di bioskop President atau "21" di
kota Nyiur Melambai Manado. Suatu saat kami berlima berjalan menyusuri
area pantai "Boulevard" yang indah di waktu malam. Tiba-tiba kenalan
seorang
sahabat berpapasan dengan gerombolan kami ...heheheh .... penjahat kali.
Hanya dengan kalimat pendek : "Aku mau temui temanku dulu", seorang teman
meninggalkan kelompok kami. Kami menunggu dan menunggu tapi dia tidak
kembali (maklum waktu itu belum ada handphone, jadi susah berkomunikasi).
Akhirnya, kami pun kembali ke asrama tanpa teman kami itu, yang pergi
dengan temannya yang lain entah ke mana.

Sadar atau tidak sadar kadang inilah yang kita lakukan terhadap sahabat
dekat, sanak keluarga atau orang-orang dekat kita. Bila kita jujur terhadap
diri maka berapakah sahabat atau sanak keluarga yang kita lukai (korbankan)
perasaan mereka hanya demi menjaga nama baik pribadi ? Hanya demi posisi
dan jabatan kita ? Hanya demi relasi kita ? Teringatlah kisah populer
sewaktu masih di Sekolah Dasar dulu tentang "Si Malin Kundang." Ini yang
kurang ajar dariku; Biasanya kalau misa di komunitas suster-suster (maaf ya
saudariku para suster), aku selalu menekankan yang satu ini : "Wow...di
luar komunitasmu Anda HEBAT, tapi kembali ke komunitas, di tengah
saudari-saudarimu sendiri, Anda "HEBOH." Di luar komunitas, senyum Anda
mengembang – kempis kepada setiap orang yang Anda jumpai, tapi kepada
saudari sendiri di komunitas Anda selalu menampakkan muka "papan"(ekspresi
wajah datar alias biasa-biasa saja). Masih lumayan kalau cuma tidak
tersenyum, tapi kadang kita menjadi "domba jinak" di luar, di hadapan
sahabat dan kenalan kita...mentalitas "jaga image" tapi ketika kembali
kepada teman dan anggota keluarga sendiri, kita meraung-raung bagaikan
singa yang kelaparan, yang sedang mencari mangsanya, hanya karena mungkin
sebuah kesalahan kecil.

Pesanku singkat saja untukmu sebagai saudaraku malam ini; "Teman dan sanak
keluarga dekat kita pasti tidak mengungkapkan kerinduan hati mereka untuk
diperlakukan secara istimewa, tapi ini benar bahwa mereka pun memerlukan
sebuah penghargaan yang pantas darimu, biar cuma terima kasih atau maaf."
Mengapa ? Karena justru dalam suka dan dukamu mereka selalu berada di
sampingmu. (Walaupun pasti ada kekecualian dalam pengalaman beberapa teman
: merasa diterima di luar rumah tapi dimusuhi oleh teman dan sanak keluarga
sendiri) Aku hanya mau membisikan ini padamu : "Rangkullah lawanmu dan
peluk-eratlah sahabat dan sanak keluargamu di dekat jantungmu." Belum ada
yang terlambat untuk sebuah perbaikan sikap dan tingkah laku bila Anda
menghendakinya. Lakukanlah dan jangan menunda sampai esok, kawan!


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***
Efix Sj

Tidak ada komentar: