Berjuanglah, Kemudian Pasrahlah!
Seorang pemuda pergi menemui mahaguru kebijaksanaan dan berkata, ''Guru, begitu besar kepasrahan saya pada Tuhan sampai-sampai saya tak pernah menambatkan unta saya itu. Saya biarkan unta itu dalam penjagaan Tuhan.''
Guru yang bijak itu berkata, ''Kembalilah keluar. Tambatkan untamu itu pada tiang, orang dungu! Tuhan tak akan melakukan sesuatu yang dapat kamu lakukan sendiri!''
Inilah pemahaman yang benar mengenai kepasrahan. Pasrah tak sama dengan menyerah. Pasrah justru sebuah sikap proaktif, sebuah perjuangan habis-habisan untuk melakukan apapun yang dapat kita lakukan sekaligus menyadari adanya suatu kekuatan yang bekerja di luar kontrol kita.
Apa yang kita hadapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga hal. Pertama, hal-hal yang dapat kita kontrol. Jangan salah, satu-satunya yang dapat Anda kontrol hanyalah perilaku Anda sendiri. Betapapun hebatnya Anda, Anda tak akan dapat mengontrol bawahan, pasangan, maupun anak Anda. Bisa saja Anda memaksa mereka melakukan apa yang Anda inginkan, tapi itu hanya akan terjadi di depan Anda. Di belakang Anda, percayalah, hal itu tak akan mereka lakukan.
Kedua, hal-hal yang tak dapat kita kontrol tapi dapat kita pengaruhi. Kita tak dapat mengontrol bawahan, tapi kita dapat mempengaruhinya agar bekerja lebih produktif. Kita tak dapat mengontrol kenaikan gaji di kantor, tapi kita dapat mengusulkannya kepada atasan. Kita tak dapat mengontrol anak untuk tak melakukan hal-hal tercela, tetapi kita dapat membekalinya dengan pendidikan agama. Sekali lagi, yang dapat kita lakukan hanyalah mempengaruhi.
Ketiga, hal-hal yang berada di luar kontrol kita. Ada banyak hal yang termasuk kategori ini, seperti krisis ekonomi dan moneter (pemerintah saja tak sanggup, apalagi kita!), biaya hidup yang semakin tinggi, pencemaran udara, kondisi keamanan yang rawan, dan sebagainya.
Untuk bersikap pasrah, pertama-tama Anda harus mengetahui apa yang dapat diubah dan apa yang tidak. Apapun masalah yang Anda hadapi, masukkanlah itu ke dalam ketiga kategori tersebut. Namun, disini Andapun harus hati-hati, jangan sampai salah memasukkan. Misalnya, dimana Anda akan memasukkan krisis ekonomi dan moneter? Dimana Anda akan memasukkan masalah banjir lima tahunan yang melanda Jakarta? Apakah hal itu di luar kontrol kita? Mungkin benar, kalau Anda rakyat biasa. Tapi kalau Anda adalah pejabat pemerintah dan para wakil rakyat, hal itu masuk hal-hal yang dapat Anda kontrol. Begitu juga dengan banjir lima tahunan, kalau Anda adalah pejabat di Pemda (termasuk Pak Sutiyoso) maupun beberapa pengusaha bisnis properti, masalah tersebut adalah kontribusi Anda.
Inti kedua dari kepasrahan adalah ''Selalu dapat melakukan sesuatu dalam situasi apapun.'' Kepasrahan bukanlah duduk termenung dan berdiam diri, tetapi konsep yang sangat dinamis dan proaktif. Anda tak dapat mengontrol harga-harga, tapi Anda dapat mengontrol gaya hidup Anda. Anda tak dapat mengontrol keamanan, tapi Anda bisa menghindari ke luar malam seorang diri. Anda tak dapat mengontrol jalanan yang macet, tapi Anda dapat berangkat ke kantor lebih pagi. Anda tak dapat melakukan apapun agar penerbangan Anda selamat, tapi Anda masih dapat menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan. Jangan salah, menyerahkan pada Tuhan bukanlah suatu tindakan yang pasif, tetapi suatu PILIHAN yang Anda ambil secara sadar.
Kepasrahan akan memberi Anda ketentraman yang sejati. Sewaktu bersekolah di Inggris dulu, saya seringkali dihantui ketakutan kalau-kalau tak sempat lagi bertemu dengan orang tua saya di Jakarta. Perasaan tersebut begitu mengganggu, sampai saya sadar bahwa ini adalah situasi tanpa kontrol. Saya baru memperoleh kedamaian dan ketenangan setelah saya MEMILIH menyerahkan hal ini pada ''penjagaan'' Tuhan.
Ada cerita menarik mengenai seorang rekan yang divonis menderita kanker rahim yang sangat ganas. Ia adalah pasien di rumah sakit yang sama dan dengan stadium yang sama dengan penyanyi Nita Tilana. Bahkan ia adalah pasien yang sedianya akan dioperasi persis sebelum Nita. Bedanya, kawan saya ini minta operasinya ditangguhkan selama sebulan. Selama itu ia berpuasa dan benar-benar menyerahkan dirinya pada Tuhan. Ia pun tak menceritakan hal itu pada keluarganya. Kemudian terjadilah keajaiban. Kanker yang sebelumnya menyebar, sekonyong-konyong menyatu di satu tempat, sehingga mudah dikeluarkan. Sampai saat ini rekan ini masih hidup dan bekerja bersama-sama dengan saya.
Jadi, kepasrahan berarti melakukan usaha semaksimal mungkin, tetapi menyerahkan hasilnya pada kehendak Tuhan. Dalam situasi tanpa kontrol, kepasrahan berarti memilih untuk menerima apa adanya, dan menghilangkan keinginan, ambisi dan cita-cita apapun. Kepasrahan yang total lebih dari sekedar meminta sesuatu kepada Tuhan, tetapi menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan.
Coba perhatikan doa Anda. Masih seringkah Anda meminta sesuatu kepada Tuhan? Ataukah Anda mengatakan hal berikut ini, ''Ya Tuhan, berikanlah kepadaku apa yang terbaik menurut kehendak-Mu.''
Oleh: Arvan Pradiansyah, Dosen FISIP UI & Pengamat Manajemen SDM e-mail: fcgi@republika.co.id faksimile: 021-7983623 alamat surat: Jl Warung Buncit Raya No 37, Jakarta 12510
Seorang pemuda pergi menemui mahaguru kebijaksanaan dan berkata, ''Guru, begitu besar kepasrahan saya pada Tuhan sampai-sampai saya tak pernah menambatkan unta saya itu. Saya biarkan unta itu dalam penjagaan Tuhan.''
Guru yang bijak itu berkata, ''Kembalilah keluar. Tambatkan untamu itu pada tiang, orang dungu! Tuhan tak akan melakukan sesuatu yang dapat kamu lakukan sendiri!''
Inilah pemahaman yang benar mengenai kepasrahan. Pasrah tak sama dengan menyerah. Pasrah justru sebuah sikap proaktif, sebuah perjuangan habis-habisan untuk melakukan apapun yang dapat kita lakukan sekaligus menyadari adanya suatu kekuatan yang bekerja di luar kontrol kita.
Apa yang kita hadapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga hal. Pertama, hal-hal yang dapat kita kontrol. Jangan salah, satu-satunya yang dapat Anda kontrol hanyalah perilaku Anda sendiri. Betapapun hebatnya Anda, Anda tak akan dapat mengontrol bawahan, pasangan, maupun anak Anda. Bisa saja Anda memaksa mereka melakukan apa yang Anda inginkan, tapi itu hanya akan terjadi di depan Anda. Di belakang Anda, percayalah, hal itu tak akan mereka lakukan.
Kedua, hal-hal yang tak dapat kita kontrol tapi dapat kita pengaruhi. Kita tak dapat mengontrol bawahan, tapi kita dapat mempengaruhinya agar bekerja lebih produktif. Kita tak dapat mengontrol kenaikan gaji di kantor, tapi kita dapat mengusulkannya kepada atasan. Kita tak dapat mengontrol anak untuk tak melakukan hal-hal tercela, tetapi kita dapat membekalinya dengan pendidikan agama. Sekali lagi, yang dapat kita lakukan hanyalah mempengaruhi.
Ketiga, hal-hal yang berada di luar kontrol kita. Ada banyak hal yang termasuk kategori ini, seperti krisis ekonomi dan moneter (pemerintah saja tak sanggup, apalagi kita!), biaya hidup yang semakin tinggi, pencemaran udara, kondisi keamanan yang rawan, dan sebagainya.
Untuk bersikap pasrah, pertama-tama Anda harus mengetahui apa yang dapat diubah dan apa yang tidak. Apapun masalah yang Anda hadapi, masukkanlah itu ke dalam ketiga kategori tersebut. Namun, disini Andapun harus hati-hati, jangan sampai salah memasukkan. Misalnya, dimana Anda akan memasukkan krisis ekonomi dan moneter? Dimana Anda akan memasukkan masalah banjir lima tahunan yang melanda Jakarta? Apakah hal itu di luar kontrol kita? Mungkin benar, kalau Anda rakyat biasa. Tapi kalau Anda adalah pejabat pemerintah dan para wakil rakyat, hal itu masuk hal-hal yang dapat Anda kontrol. Begitu juga dengan banjir lima tahunan, kalau Anda adalah pejabat di Pemda (termasuk Pak Sutiyoso) maupun beberapa pengusaha bisnis properti, masalah tersebut adalah kontribusi Anda.
Inti kedua dari kepasrahan adalah ''Selalu dapat melakukan sesuatu dalam situasi apapun.'' Kepasrahan bukanlah duduk termenung dan berdiam diri, tetapi konsep yang sangat dinamis dan proaktif. Anda tak dapat mengontrol harga-harga, tapi Anda dapat mengontrol gaya hidup Anda. Anda tak dapat mengontrol keamanan, tapi Anda bisa menghindari ke luar malam seorang diri. Anda tak dapat mengontrol jalanan yang macet, tapi Anda dapat berangkat ke kantor lebih pagi. Anda tak dapat melakukan apapun agar penerbangan Anda selamat, tapi Anda masih dapat menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan. Jangan salah, menyerahkan pada Tuhan bukanlah suatu tindakan yang pasif, tetapi suatu PILIHAN yang Anda ambil secara sadar.
Kepasrahan akan memberi Anda ketentraman yang sejati. Sewaktu bersekolah di Inggris dulu, saya seringkali dihantui ketakutan kalau-kalau tak sempat lagi bertemu dengan orang tua saya di Jakarta. Perasaan tersebut begitu mengganggu, sampai saya sadar bahwa ini adalah situasi tanpa kontrol. Saya baru memperoleh kedamaian dan ketenangan setelah saya MEMILIH menyerahkan hal ini pada ''penjagaan'' Tuhan.
Ada cerita menarik mengenai seorang rekan yang divonis menderita kanker rahim yang sangat ganas. Ia adalah pasien di rumah sakit yang sama dan dengan stadium yang sama dengan penyanyi Nita Tilana. Bahkan ia adalah pasien yang sedianya akan dioperasi persis sebelum Nita. Bedanya, kawan saya ini minta operasinya ditangguhkan selama sebulan. Selama itu ia berpuasa dan benar-benar menyerahkan dirinya pada Tuhan. Ia pun tak menceritakan hal itu pada keluarganya. Kemudian terjadilah keajaiban. Kanker yang sebelumnya menyebar, sekonyong-konyong menyatu di satu tempat, sehingga mudah dikeluarkan. Sampai saat ini rekan ini masih hidup dan bekerja bersama-sama dengan saya.
Jadi, kepasrahan berarti melakukan usaha semaksimal mungkin, tetapi menyerahkan hasilnya pada kehendak Tuhan. Dalam situasi tanpa kontrol, kepasrahan berarti memilih untuk menerima apa adanya, dan menghilangkan keinginan, ambisi dan cita-cita apapun. Kepasrahan yang total lebih dari sekedar meminta sesuatu kepada Tuhan, tetapi menyerahkan segala sesuatunya pada Tuhan.
Coba perhatikan doa Anda. Masih seringkah Anda meminta sesuatu kepada Tuhan? Ataukah Anda mengatakan hal berikut ini, ''Ya Tuhan, berikanlah kepadaku apa yang terbaik menurut kehendak-Mu.''
Oleh: Arvan Pradiansyah, Dosen FISIP UI & Pengamat Manajemen SDM e-mail: fcgi@republika.co.id faksimile: 021-7983623 alamat surat: Jl Warung Buncit Raya No 37, Jakarta 12510
Tidak ada komentar:
Posting Komentar