(Kontemplasi Peradaban)
Pernah suatu hari, saya makan bersama dengan salah satu keluarga di Restoran City Extra – Manado. Keluarga itu membawa dua anak-anaknya yang masih kecil. Sebelum hidangan disajikan, saya bertanya kepada salah seorang anak, "Adik, kalau besar nanti akan menjadi apa?" Anak itu dengan penuh keyakinan berkata, "Saya ingin menjadi ahli masak dan bekerja di hotel berbintang, chef." Mendengar cita-cita sang anak, ibu itu langsung marah, "Tidak boleh! Anak-anaku harus menjadi dokter, insinyur atau pilot!"
Anak-anak, sejak kecil sudah diindoktrinasi supaya memiliki pekerjaan yang bergengsi.Tetapi para orang tua lupa bahwa mereka itu memiliki hidupnya sendiri, seperti yang ditulis oleh Kahlil Gibran (1883 – 1931) dalam Sang Nabi, "Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah putra dan putri dari kehidupan itu sendiri." Impian itu muncul, ketika seorang anak sudah mengalami sendiri betapa indahnya kalau dirinya menjadi seperti yang diinginkan. Paulo Coelho dalam The Zahir memberikan pengertian bahwa ada passion, semangat, gairah dan zahir, sehingga seseorang tidak boleh tidak memikirkannya. Mungkin anak yang saya tanya tadi, melihat betapa bahagianya bekerja sebagai chef tersebut. Sartono Kartodirdjo ( 1921 – 2007) adalah pribadi yang concern dengan ilmu sejarah. Djoko Suryo, guru besar ilmu Sejarah UGM berkata, "Bapak Sartono memiliki kecintaan pada ilmu sejarah yang luar biasa." R.A. Kartini (1879 – 1904) dalam Habis Gelap Terbitlah Terang atau Door duisternis tot licht, juga melukiskan betapa besar impiannya menjadi wanita yang "bebas". Kartini menulis suratnya kepada Ny. Abendanon pada tahun 1902, "Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi. Bila tiada mimpi, apakah jadinya hidup!" Mimpi itu gratis dan Bung Karno (1901 – 1970) juga pernah berkata, "Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit".
Namun impian yang tidak disertai dengan niat dan juga tidak bertindak bagaikan mimpi di siang bolong. Di saat yang lain, Kartini menulis surat kepada Ny. Van Kol, "Saya teringat akan kata nyonya, supaya tercapai cita-cita, banyaklah angan-angan yang harus dilepaskan. Karena ada bunga mati maka, banyaklah buah yang tumbuh". Sehubungan itu, Ada kutipan Inggris yang bagus untuk disimak, "Dreamer without action or doer without a dream". Kutipan tersebut mengandung maksud supaya kita berani mimpi yang tinggi, tetapi begitu bangun dari tidur, take action-lah.
Keinginan yang kuat menumbuhkan seseorang untuk terlibat di dalamnya. Orang menjadi berani karena ada impian. Ferdinand Magellan (1480 – 1521) bermimpi untuk keliling dunia dengan berlayar. Keinginan Magellan hanya satu yaitu menjadi pelaut. Atau ada orang yang bernama Zeppelin (1838 – 1917) – nama lengkapnya: Ferdinand Adolf Heinrich August Graf von Zeppeplin – yang melihat burung terbang. Dalam benaknya ingin dia bisa terbang seperti burung, maka ia menciptakan balon udara panas. Ini semua bermula dari impian. Memang benar apa kata Kartini, "Bagaimana jadinya jika dunia ini tidak ada impian?"
Zaman sekarang ini, impian dapat kita lihat dalam lagu Gangnam Style. Sang penyanyi, Park Jae Sang (34 th), kini sudah menjadi penyanyi top dunia. Lagu itu mengisahkan sebuah impian. Impian setiap warga Korea Selatan yang mendambakan kehidupan mewah a la Gangnam. Gangnam adalah daerah elite di Korea Selatan, bahkan kelasnya setara dengan Beverly Hills di California – Amerika. Di dalam lagunya Psy (panggilan penyanyi itu) berpura-pura menjadi seorang pemuda Gangnam yang bergelimang harta dan ia mencoba merayu wanita pujaannya. Karena keyakinan atas impiannya itu, dalam dirinya ada passion, semangat, gairah dan zahir untuk mewujudkannya (070113). Markus Marlon
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com