Senin, 06 Juli 2015

On going formation

ON GOING FORMATION
(Kontemplasi Peradaban)
 
Quique aliis cavit,
 non cavet ipse sibi – siapa saja
 yang suka mengurusi orang lain
 berarti dia tidak mampu mengurus dirinya sendiri (Ovidius).
 
       Dalam obrolan  yang tidak resmi seseorang berkata, “Saya sudah selesai ujian sarjana dan inilah puncak karierku. Ijazah sudah di tangan dan sekarang waktu saya untuk bekerja. Saya tidak perlu lagi belajar.”
          Mendengarkan perkataan orang itu, seolah-olah kita lupa bahwa manusia itu pada dasarnya adalah “makhluk pembelajar”. Dalam dirinya ada keinginan untuk  membentuk dan dibentuk (formation) dan ini merupakan suatu proses yang terus-menerus atau berkesinambungan (on going). Bahkan, Nabi Muhammad SAW (570 – 632)  pernah menyampaikan  piwulang bahwa belajar memang seharusnya sejak dalam buaian sampai ke liang lahat,  from cradle  to the grave. Sang Nabi dalam  hadits-nya juga bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”
 
          Namun, sebelum kata-kata sang Nabi itu muncul, mungkin kita pernah mendengar Proverbia Latina yang dicetuskan oleh Seneca (4 seb.M – 65),  “Non scholae sed vitae discimus” yang  kalau diterjemahkan secara bebas berarti:  belajar di sekolah itu bukan untuk mengejar ijazah, tetapi agar orang dapat hidup dengan baik dan benar.  Itulah yang sering kita artikan bahwa belajar ini dilaksanakan seumur hidup, “lifelong  education”.
 
Dalam dunia pewayangan, tokoh yang suka mengejar ilmu terdapat dalam diri Arjuna.  Arjuna, dalam bahasa sansekerta berarti putih bersih atau bening. Ia juga sebagai simbol pribadi yang suka belajar. Arjuna memiliki istri sakethi  kurang siji yang artinya satu juta kurang satu (999.999 istri).  Para istri Arjuna adalah anak-anak pendeta atau guru. Ini melambangkan Arjuna “menikahi” ilmu pengetahuan.  Simbol  “putih” dalam diri tokoh  Arjuna  ini, saya tafsirkan sebagai candidatus (Bhs. Latin yang berarti putih). Ia belum menjadi pegawai tetapi masih magang, maka ia harus bekerja sebaik mungkin. Dalam arti ia “menyebelum”.  Setiap orang seharusnya merasa diri belum sempurna dan perlu untuk dibina dan membina diri terus menerus (on going formation).
 
Ketika belajar, Arjuna tidak hanya berteori, tetapi langsung praktek (pelatihan dan ketrampilan).  Itulah sebabnya orang Jawa menyebutnya sebagai “Ngèlmu iku kêlakóné kanthi laku, sênajan akèh ngèlmuné lamún ora ditangkaraké lan ora digunakaké, ngèlmu iku tanpå gunå” artinya: Ilmu itu diperoleh dengan usaha yang giat. Walaupun  banyak ilmu, tetapi jika tidak disebarluaskan dan tidak dimanfaatkan, ilmu tersebut tidak akan berguna apa-apa (Bdk. Pujangga Mangkunegara IV dalam bukunya yang berjudul, “Wedhatama”).
 
 
 
Senin, 6 Juli 2015  Markus Marlon

Tidak ada komentar: