Selasa, 29 April 2014

Sepi

SEPI
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
         
          Beberapa tahun lalu, saya pernah tinggal di sebuah biara (±  tahun 2002). Di biara tersebut ada penjaga  tilpon.  Jika  tilpon berdering, maka sang penjaga  tilpon itu  berlari-lari  ke sana ke mari untuk mencari orang yang dapat tilpon. Tetapi dengan senyumnya yang khas dia berkata, "Saya senang bisa olah raga setiap hari:  lari ke kamar, jalan ke kebon biara dan melewati gang-gang,"  sambil  krenggosan.
          Beberapa minggu yang lalu, saya sempat berjumpa  bapak tersebut dan  rupanya masih bekerja di biara tersebut. Dia berkata, "Saudaraku, sekarang saya sudah berhenti bertugas sebagai penjaga tilpon. Tilpon jarang berbunyi, bahkan bendahara –katanya – hanya membayar  abonement saja setiap bulan." Tanpa suara tilpon,  rumah menjadi  "sepi!"
          Begitulah suasana rumah, kantor atau biara-biara pada umumnya, "sepi!"  Bahkan saya mencoba  survey di Informa  maupun Ace Hardware di bilangan pertokokan di  Manado Town Square (MANTOS)  tepatnya di Jln Piere Tendean (Boulevard), untuk mencari tilpon rumah. Saya hanya mendapatkan dua buah tilpon yang teronggok di sudut lemari.  Dalam hati, saya berkata, "Luar biasa perubahan zaman,  counter tilpon genggam bertebaran bagaikan jamur di musim hujan sedangkan tilpon rumah kian jamurên (kena jamur, hampir sekarat).
          Saya pernah – suatu kali – melihat seorang turis marah kepada  guide yang sewaktu dirinya bercerita, guide itu malah bermain-main  HP. Barangkali  atau mungkin,  jika sedang berbicara, seseorang  tidak mau disambi (Bhs Jawa: sambil lalu, misalnya ketika orang sedang bercerita, namun mata dan tangannya pada gadged-nya).  Namun kini, sudah menjadi pemandangan umum bahwa di setiap Meja Makan  di Rumah maupun di Warung Makan dan Restoran ( atau refter; jika di biara-biara), masing-masing individu menyanding HP, BB atau Smartphone. Seseorang sepertinya takut kehilangan berita, yang sering disebut juga sebagai  fear of missing out atau fomophobia.  Ada sebuah peringatan dari sebuah Majalah, "Kalau dari bangun tidur sampai tidur lagi salah satu rutinitas kita  adalah mengecek peristiwa terkini di media sosial atau internet harap hati-hati. Mungkin kita mengalami yang namanya fomophobia."
          Dengan hadirnya tilpon genggam, dunia seolah-olah ada dalam genggaman. Pernah juga saya tinggal beberapa hari di sebuah biara: ada pastor dan bruder. Bruder ini mengeluh demikian, "Dulu, ketika dapat tilpon dari umat untuk memimpin Ibadat, Piko (Pemimpin Komunitas) langsung memberi mandat kepada kami secara bergilir. Sekarang umat langsung tilpon melalui HP kepada pastor yang gaul, yang pandai khotbah dan yang menarik. Sekarang, sepi!" Dia berkata lagi, "Sekarang jika tilpon biara berdering,  tidak ada yang mau angkat, karena masing-masing –mungkin – berkata dalam hati bahwa setiap orang memiliki HP. 

Rabu, 30 April 2014   Markus  Marlon
 

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Minggu, 27 April 2014

Lingkaran

LINGKARAN

Lingkaran tidak mempunyai titik awal maupun titik akhir. Lingkaran tidak mempunyai ujung. Bila kita meletakkan jari telunjuk dan mengikuti garis lingkar itu, maka jari kita akan terus berputar.

Milikilah kasih dalam hidup kita karena kasih itu akan terus berputar. Seperti sebuah kisah dimana ada seorang pria yang membantu seorang nenek ketika mobil nenek itu mogok. Pria tersebut menolak untuk menerima upah karena dia menolong dengan kasih yang tulus.

Setelah mobilnya selesai diperbaiki, nenek itu pergi dan mampir pada sebuah kedai. Melihat pelayan kedai yang sangat ramah, nenek itu meninggalkan tips yang sangat banyak. Pelayan itu ingin mengembalikan tips yang dirasa berlebihan namun nenek itu sudah meinggalkan kedai tersebut.

Dengan gembira pelayan itu kembali ke rumah dan ingin menceritakan kebaikan nenek yang berkunjung ke kedai tempat dia bekerja kepada suaminya. Malam itu sang suami pulang lebih malam dari hari biasanya.

"Ayah pulangnya larut sekali?"

"Iya Bu, tadi ayah masih ada sedikit keperluan di jalan. Maaf ya Bu, ayah belum bisa memberi ibu uang karena hari ini ayah baru saja kehilangan pekerjaan. Untuk uang sekolah si kecil, ayah akan mencari pinjaman besok pagi."

"Tidak perlu mencari pinjaman Yah. Hari ini Tuhan sudah menyediakan uang sekolah si kecil. Tadi ada nenek yang memberikan tips banyak pada Ibu."

Tanpa mereka ketahui, nenek itulah yang ditolong oleh sang suami dan kemudian memberikan tips kepada istrinya. 

Saat mereka melakukan kebaikan, maka kebaikan itu akan kembali kepada mereka melalui cara yang berbeda.

Sahabat,
Jangan ragu untuk berbuat baik. Jangan ragu untuk mengasihi. Kasih itu akan terus berputar dan  akan kembali kepada meraka yang pertama kali memulai kasih itu.

Mungkin kita tidak menyadari bahwa kebaikan-kebaikan yg kita terima saat ini adalah hasil tuaian dari apa yg kita tabur dahulu.

Selamat pagi sahabat!
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Sabtu, 26 April 2014

Nak, maafkan Papa

Nak, maafkan Papa

Saya dibesarkan Ayah yang keras dan kasar. Hubungan batin saya sungguh miskin dengan Ayah. Setelah menikah dan punya anak, saya merasa sulit membangun hubungan batin dengan anak kami. Terutama dengan anak kedua. Flavi namanya. Saat umur dua tahun, Flavi sering saya marahi, bentak dan cubit. Pencetusnya adalah dia tidak mendengarkan kalau saya memanggil nama-nya. Bayangkan, saya bisa 7 sampai 8 kali baru dia memberi respon, itupun dengan suara saya yang paling keras. Dia biasanya tetap asyik dengan mainannya, dan tidak memperhatikan suara saya. Karena itu saya spontan menjadi marah dan kasar.

Namun setelah 1,5 tahun berlangsung, saat umurnya menjelang 4 tahun kami merasa ada yang salah dengan telinganya. Kami mencoba mengkonsultasikan dengan profesor THT di Semarang. ahhhh benar. Ternyata dia bermasalah dengan telinga. Telinganya suka mengeluarkan cairan, lalu mengering dan menutup pendengarannya. Kami menobati selama 6 bulan dan Flavipun sembuh.
Pulang dari dokter THT itu saya menyesal setelah tahu bahwa Flavi bukan tidak mau mendengarkan, tapi tidak mampu mendengarkan. Namun saya gengsi untuk minta maaf kepada anak kami. Mendadak setelah dia sembuh, Flavi tidak mau dekat atau bermain dengan saya. Saya mau ajarkan dia naik sepeda, dia juga tidak mau. Perasaan saya terpukul dan sedih sekali.

Akhirnya saya mulai sadar, bahwa mungkin ini karena perbuatan saya yang kasar, suka membentak Flavi saat dia umur 2-4 tahun. Timbul keinginan untuk minta maaf, tapi sebagai Papa saya merasa gengsi banget.
Namun karena tidak tahan lihat sikapnya yang makin cuek, akhirnya saya memberanikan diri minta maaf. Saya mengajak Flavi makan di luar rumah berdua.
Saya mulai berkata:
"Flavi maafkan Papa ya Nak, waktu kamu dua tahun sering Papa bentak dan marah.."
Namun tidak ada reaksi dari si Bungsu kami. Sedih sekali rasanya, saya merasa saat itu seperti seorang terdakwa, merasa sedang dihukum secara batin oleh anak.

Minggu depannya saya mencoba ajak Flavi makan bersama dan meminta maaf padanya. "Flavi, kalau Papa bisa putar jarum jam (waktu), Papa tidak akan lakukan itu kepadamu.. Papa menyesal.. Maaf ya!"
Flavi tetap tidak memberi respon. Kami pulang dari makan bersama tanpa hasil.
Saya tidak menyerah. Saya berusaha mendapat maaf dari anak kami. Saya ajak ketiga kalinya bicara sambil makan. Saya memberanikan diri lagi untuk meminta maaf dan berkata:
"Flavi, Papa sungguh minta maaf untuk kelakuan Papa. Papa sadar minta maaf tidak cukup, kalau perlu hukumlah Papa Nak. Papa salah.. Papa sungguh-sungguh menyesal, Nak."
Pulang dari makan bersama itu, saya merasa ada perubahan pada anakku itu. Dia mulai bersahabat, mau mendekat, mau bercerita. Dia juga mulai mau diajar naik sepeda. Dia juga lebih ceria pergi ke sekolahnya di Taman Kanak-Kanak. Ahhh betapa bahagianya mendapatkan maaf dari anakku ini.

Saudara, kesukaan besar bagi seorang ayah adalah memiliki hubungan batin dengan anak. Bisa bermain, bercerita dan bercengkerama. Jika anda merasa melukai hati Anak Anda terutama saat mereka kecil, jangan tunda, minta maaflah segera.

Julianto Simanjuntak
Penulis "Mencinta Hingga Terluka" (Gramedia)

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Jumat, 25 April 2014

Mertua sumber bencana ?

Mertua Sumber Bencana Rumah Tangga ?

Usaha-usaha tanpa sadar untuk memelihara "kesetiaan tersembunyi" kepada keluarga asal dengan cara "menolak" pasangan mungkin menjadi dasar dari munculnya masalah-masalah seperti impotensi, ejakulasi dini, dan ketidakmampuan orgasme.

Salah satu nasehat saya kepada mereka yang lagi membangun relasi pacaran adalah: "Kenalilah baik-baik calon mertuamu". Ini hal yang sangat penting tetapi kerap diabaikan oleh mereka yang lagi pacaran. Konflik mantu-mertua adalah salah satu kasus terbesar di ruang konseling dan percakapan sehari-hari dengan mereka yang curhat soal masalah rumah tangga. Lihatlah kutipan di atas, survei menemukan bahwa isu keluarga asal (relasi pasangan dengan ortunya), bisa menyebabkan masalah impotensi dan gangguan seksual lainnya. Singkat kata, jika Anda tidak menyiapkan diri, maka hubungan mantu-mertua bisa jadi sumber masalah atau bencana bagi diri dan keluargamu nanti.
Sebenarnya ini bisa dicegah bila rekan Muda mau belajar sejak dini, kenalilah calon mertua. Pahami hal-hal yang akan terjadi jika engkau menikah nanti sehubungan isu ini. Sebab banyak survei membuktikan bahwa harmonis tidaknya hubungan suami-isteri sangat dipengaruhi oleh keluarga asalnya. Terutama di awal pernikahan (0-2 tahun, Masa Young Love).

Keyakinan bahwa seseorang bisa secara total terpisah dari keluarga asalnya dan menjadi individu yang berdiri sendiri adalah keyakinan yang salah. Itu tidak mungkin. Hanya kematangan individu yang menikahlah akan membuat dia tahu kapan menyeimbangkan konflik kebutuhan, antara keluarga asal dan keluarganya sendiri.
Alasan Mertua dan Mantu tinggal serumah
Dalam masyarakat kita sudah umum menantu tinggal serumah dengan mertua. Jika serumah maka konflik tidak terhindarkan. Ada beberapa alasan kenapa Mertua dan Menantu tinggal serumah:
Pertama, pasangan yang baru menikah tidak memiliki cukup dana untuk mengontrak rumah/kamar.

Kedua, ayah atau ibu salah satu pasangan tinggal sendiri sehingga mertua terpaksa serumah dengan anak dan menantunya. Apalagi jika sang Ibu tersebut menderita sakit.

Ketiga, anak dan menantu membutuhkan kehadiran mertua untuk menjaga anak mereka (cucu) – babysitter terpercaya.
Keempat, faktor budaya tertentu, mertua mewajibkan anak lakinya tinggal bersama orangtua.

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya
Kesulitan-kesulitan perkawinan antara lain tidak memainkan peran suami/isteri dengan baik, ambiguitas peran, perang kekuatan, masalah komunikasi, dan harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Di antara masalah-masalah ini, kesulitan komunikasi yang paling sering dijumpai.

Ada orang-orang yang benar-benar menjiplak-ulang pola keluarga asalnya yang berantakan. Di sisi lain ada juga yang datang dari latar belakang keluarga asalnya yang berantakan tetapi ternyata bisa membangun perkawinan yang baik.

Sebaliknya, ada juga orang-orang yang datang dari keluarga asal yang bagus (berfungsi dengan baik), namun perkawinannya sendiri berantakan.
Meskipun demikian, secara umum bisa dikatakan bahwa keluarga asal yang sehat cenderung melahirkan perkawinan-perkawinan yang sehat dan kuat.

Pengaruh Keluarga Asal
Pengaruh keluarga asal atas suatu perkawinan bisa bervariasi. Jika orangtua masih hidup, keterlibatan mereka bisa jelas terlihat terutama dalam perkawinan baru atau perkawinan yang sedang berlangsung. Mereka bisa saja memihak salah satu atau mengomentari cara mengasuh anak.
Dalam keluarga yang sehat, keluarga asal pasangan kita bisa menjadi pihak yang merekatkan hubungan, menyediakan dukungan emosi dan finansial sehingga perkawinan anda berfungsi lebih efisien. Namun, mertua anda bisa juga sangat merusak. Bahkan pada saat mereka tidak hadir secara fisik pun, pola-pola negatif yang didapatkan dari keluarga asal masing-masing tanpa bisa dihindari turut berinteraksi dalam keluarga dan perkawinan yang sedang berlangsung.

Penyebab Konflik
Salah satu sumber konflik adalah bedanya sistem nilai dan tradisi keluarga asal masing-masing. Misalnya, isteri datang dari keluarga asal yang menunjukkan kasih sayang melalui pemberian hadiah-hadiah yang bagus; sedangkan suami datang dari keluarga asal yang sama sekali tidak menggunakan hadiah sebagai sistem perhitungan mereka. Keluarga suami memperhatikan dengan cara saling menghargai dan memuji.

Jika ada usaha-usaha tanpa sadar untuk memelihara "kesetiaan tersembunyi" kepada keluarga asal dengan cara "menolak" pasangan mungkin menjadi dasar dari munculnya masalah-masalah seperti impotensi, ejakulasi dini, dan ketidakmampuan orgasme.

Karena itu jika sampai terjadi maka perlu dihadapi dengan bijak. Sebab kalau dibiarkan, konflik dapat mengganggu harmonisasi relasi suami dan istri, dalam hal banyak hal: seks, komunikasi, perasaan tersaingi dan terabaikan, dan sebagainya. Pada tingkat yang lebih parah, dapat menyebabkan perceraian.

Penyebab Konflik lainnya adalah: Adanya perbedaan budaya, menyangkut: penyesuaian nilai, peran, norma dan perilaku.Tuntutan hidup yang mendesak, seperti tekanan ekonomi. Kebutuhan pribadi dan orientasi nilai yang berbeda. Perbedaan kepribadian (temperamen dan cara pandang). Perbedaan Ideologi dan Iman. Terakhir adalah harga diri yang rendah (minder)

Jika konflik tidak bisa ditangani secara bijak dan dewasa seringkali melumpuhkan banyak hal. Antara lain, efektifitas dan produktifitas kerja. Kalau dibiarkan terus bisa menyebabkan stress hingga depresi.
Harmonisasi Hubungan Mertua-Mantu
Salah satu hal yang perlu anda lakukan adalah menyeimbangkan (mengharmoniskan) kesetiaan Anda sebagai anak kepada orang tua dan terhadap pasangan. Anda bisa rasakan tarik menarik ini setelah anda sendiri menjadi orang tua. Pendeknya, "kesetiaan tersembunyi" ini akan mempengaruhi cara Anda dalam berelasi dengan pasangan dan anak-anak.
Belajar mengembangkan sikap bahwa menantu adalah "anak sendiri" supaya mertua mampu menyayangi menantu. Di sisi lain, menantu merasakan bahwa dia diterima dalam keluarga besar suaminya. Dia merasa aman dengan perkawinannya. Menantu merasa terlindungi dan mampu mengembangkan diri dan berkreasi di dalam rumah tangganya karena sudah tidak ada perasaan takut, minder dan merasa orang asing.

Jika anda harus serumah, belajar bersikap dewasa dan jangan mau menang sendiri. Tumbuhkan sikap respek dan rasa percaya satu sama lain. Belajarlah fokus pada kelebihan mertua atau mantu Anda.
Jika sampai terjadi konflik dan ada kemarahan, kendalikan dengan baik emosi anda jangan sampai melukai. Serta miliki jiwa yang memaafkan saat luka tidak bisa dihindarkan. Cari bantuan konselor profesional bila konflik makin meruncing dan tidak bisa lagi diatasi berdua.

Penutup
Dalam pernikahan orang Timur, Mertua dan mantu adalah bagian dari paket pernikahan. Jika kita menikah dengan anaknya berarti harus menerima orangtuanya. Sangat tidak fair jika anda menerima anaknya tapi tidak menghormati orangtuanya.
Hubungan yang berhasil adalah pasangan itu menyadari bahwa mereka tidak dapat lepas dari konflik dan belajar secara dewasa menjalaninya. Tanpa menyalahkan atau mengkambinghitamkan siapapun.
 
Julianto Simanjuntak
Sumber: Len Sperry & J. Carlson. Marital Therapy,Love Publ Company, Colorado, 1991 dan Bahan Seminar Parenting Julianto Simanjuntak - Anak-Mantu dan Mertua

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Kamis, 24 April 2014

Gebrakan

GEBRAKAN
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
     
          Cerita-cerita tentang perayaan Paskah biasanya bergulir setelah beberapa hari orang-orang merayakannya. Ada umat yang puas dengan metode kevikepan Manado yang dalam memberikan sakramen pengakuan dosa dibuat secara "borongan."  Sekitar 12 –15 imam datang ke paroki dan  digiring  ke wilayah-wilayah rohani.
          Beberapa tahun lalu (Perayaan  Paskah 2010), ada seorang ibu yang merasa bangga dengan seorang  imam muda (pastor pembantu atau pastor rekan) yang membuat banyak  "gebrakan."  Pastor muda ini membuat tindakan yang berani, yang tidak dipikirkan sebelumnya oleh orang lain. Seluruh altar dibuat semacam "gua kosong" dan salib-salib kecil memenuhi gereja. Gebrakan! Beberapa  OMK  dan beberapa bapa serta ibu-ibu terkesima  dan terpesona dengan "gebrakan"  imam muda itu. Sambil mengacungi jempol   thumbs up, mereka berkata, "Ini baru pastor!"  Pastor kepala yang kepalanya sudah ubanan menganggung-angguk kepalanya sambil berkata, "Nil novi sub sole" – there is nothing new under the sun  atau "Tidak ada  yang baru di bawah matahari"  (Pkh 1: 9).
          Setelah perayaan Paskah yang penuh "gebrakan" itu, Pastor muda itu terus mencari akal untuk membuat "gebrakan-gebrakan" selanjutnya.  Energinya berkelimpahan dan ia ingin sekali semuanya diberikan bagi  kemajuan umat yang dilayaninya. Sibuk luar biasa "gebrak sana-gebrak sini." Pastor kepala sudah mengingatkan agar jaga kesehatan dan hemat-hemat energy. Tetapi pastor muda ini berkata, "Pastor Kepala,  saya ingin berkorban demi umat seperti Kristus yang mati di kayu salib!" Pastor  kepala yang sudah makan asam garam itu pun mengangguk-angguk sambil berkata, "Nil novi sub sole"
          Ia merindukan jika berkotbah – karena "gebrakannya" –  ada umat yang berubah dan bertobat. Ia berharap jika memimpin retret dengan "gebrakannya" semua peserta menangis  nggero-nggero.  Ia ingin, jika rapat dewan paroki – dengan  "gebrakannya" – akan banyak perubahan,  seperti yang dipelajari waktu kuliah. Tetapi ternyata  "gebrakan-gebrakan"  yang  pernah dibuatnya kini menjadi biasa. Kini, pastor muda ini menjadi frustasi karena impiannya untuk mengubah paroki tidak terlaksana. Dan tidak lama kemudian, pastor muda itu sakit. Sedih  nian!
          Ketika umat mengunjunginya di rumah sakit, dia berharap para umat akan memuji "gebrakan-gebrakannya"  selama ini, tetapi ternyata umat malah berkata, "Romo, sapuniko kathah ngaso nggih, lerem mawon gesang niku"  - Pastor sekarang banyak istirahat ya, hidup itu dibuat  relax saja.
          Di halaman parkir kendaraan Rumah Sakit, beberapa umat mengatakan bahwa pastor muda itu polah-nya seperti kisah yang ditulis oleh Nur Sutan Iskandar (1893 – 1975)  dengan judul, "Katak Hendak Menjadi Lembu."  Tetapi ada orang yang menyitir kata-kata Samuel Johnson (1709 – 1784), "Great works are performed not by strength but by perseverance."  Dan akhirnya, ketua Dewan Pastoral berkata, "Dia khan masih  pastor baru!" padahal beberapa bulan lalu orang-orang yang sama berkata, "Ini baru pastor!" dan dari emperan  pastoran, pastor kepala sambil mêthèti  burung kututnya  berkata, ""Nil novi sub sole."

Jumat, 25 April 2014   Markus Marlon
 

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Selasa, 22 April 2014

Cicak

Jika saat ini Anda sedang dihimpit kesulitan hidup & begitu kuatir tentang hari esok...
Mari kita amati bagaimana  sempurnanya TUHAN memelihara ciptaan-Nya!

Lihatlah cicak, tiap hari ia keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari nyamuk.

Andaikata nyamuk tidak terbang menuju cicak, maka tidaklah mungkin cicak bisa menangkap dan mendapatkan makanannya. Sebab nyamuk bisa terbang dengan gesit, sedangkan cicak hanya bisa merayap saja. Tugas cicak hanya merayap dengan cepat dan menangkapnya.

Demikian pula TUHAN memberi kita kekuatan dan talenta untuk menangkap rezeki dan Dia telah memerintahkan berkat untuk datang mendekat pada kita, tugas kita hanya melangkah maju dengan cepat dan menangkapnya.

Terkadang seekor cicak pulang dengan perut kenyang tapi mungkin tak jarang pula ia pulang dengan perut lapar, karena ia tidak punya "tempat kerja" yang tetap seperti kita, apalagi setelah lahannya banyak yang dirusak oleh manusia.

Namun yang jelas, tidak pernah ada cicak yang berusaha untuk bunuh diri, ataupun mabuk2an karena frustasi, marah atau sakit hati.

Iapun tidak pernah berharap kepada sesamanya atau pinjam sana sini, ia tak perlu berjudi ataupun menjual diri.

Ia tetap optimis akan setiap"Rezeki" yang disediakan oleh TUHAN, Penciptanya.

Tampaknya seekor cicak sangat menyadari bahwa demikianlah hidup, asalkan tetap melangkah dengan kekuatan yang TUHAN berikan, serta percaya atas pemeliharaan-Nya.

Bukankah TUHAN telah memberikan pada kita kekuatan dan talenta untuk mencari nafkah yang jauh LEBIH SEMPURNA dibanding dengan cicak?

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Rabu, 16 April 2014

Memperkaya Perkawinan

Memperkaya Keintiman Suami – Istri

Keluarga adalah berkat besar dan terindah. Pemberian Tuhan teristimewa dalam hidup kita. Kelahiran kita tidak kebetulan. Bahkan kita dilahirkan dalam keluarga tertentu juga bukan kebetulan. Ada rencana-Nya yang istimewa.
Sebagian kita sudah menikah. Sebagian lain akan menikah. Kawan, Menjadi Ayah atau Suami dan menjadi ibu atau Istri adalah jabatan super istimewa dan tak tergantikan. Ya, tidak tergantikan. Pekerjaan saya mengajar sebagai dosen misalnya, banyak yang bisa menggantikan. Tapi menjadi suami dan ayah bagi putra saya tidak. Selain tidak tergantikan, pernikahan adalah warisan "kekal". Kelak akan diwariskan kepada anak-anak. Teladan perkawinan dicontoh oleh anak, lalu cucu, dst.
Namun survei media, dan pengalaman sebagai terapis di ruang konseling kami menemukan sebagian orang ternyata pernikahan mereka tidak mulus. Banyak konflik bahkan berujung perpisahan. Pernikahan penulis juga bermasalah di awal lima tahun pertama.
Dari pengalaman dan bacaan pribadi tersebut ijinkan saya berbagi tips, bagaimana meramu hubungan dengan pasangan agar menjadi harmonis lagi. Meramu artinya, menggabungkan semua unsur di bawah ini dengan baik. Tidak bisa hanya dengan satu atau dua cara, juga tidak ada yang instan dan mudah. Perlu kemauan, tekad dan kerja sama yang baik. Ingat, Jika pernikahan anda tidak sehat, akan mempengaruhi cara hidup termasuk karir dan kesehatan.
Sepuluh hal di bawah ini adalah hal-hal yang kami bagikan dalam konseling pernikahan, untuk memperkaya keintiman dengan pasangan:
Bangun ulang visi pernikahan. Camkan ulang bagaimana anda dulu jatuh cinta dengan pasangan. Apa sih motivasi anda dulu menikah? Ingat, tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan tapi pertumbuhan. Jadi kalau masalah, kekurangan, sakit, susah dan kerugian, semua itu bisa jadi sarana pertumbuhan. Baik juga mengIngat kembali janji nikah kalian.
Pernikahan yang sehat dan bertumbuh diperoleh dengan dua cara: (a) berjiwa lentur, mudah beradaptasi dengan pelbagai perubahan, termasuk menerima situasi-situasi sulit; (b) juga mudah memaafkan kesalahan pasangan. Menyelesaikan luka hati setiap hari, alias tidak menyimpan kemarahan. Lambat untuk marah dan memiliki hati yang besar untuk memaaafkan. Ingat, dalam pernikahan kita dipanggil menjadi advokat alias pembela pasangan.
Ingat dan ucapkan dlm doa sepuluh kelebihan pasanganmu. Sampaikan Terima kasih pada Tuhan untuk keistimewaannya. Fokus pada kelebihan dan bukan kekurangan pasangan. Saran, lakukan ini setidaknya tiga bulan.
Tulis dan berikan kesepuluh daftar tadi pada istri/suamimu. Lalu ucapkan padanya, katakan betapa engkau bangga kepadanya. Jika perlu, tempelkan kertas itu di dinding kamar kalian.
Sebaliknya, Sadari dan mohon ampun pada Tuhan untuk sepuluh kekuranganmu pada pasangan selama ini. Ambil waktu untuk sampaikan itu pada pasanganmu dan minta maaf dengan tulus. Sebaliknya anda sebagai pasangan, berilah maaf, dan bantu pasangan Anda mengatasi kekurangannya, terima apa yang blm bisa diubah.
Kenali bahasa cinta utama pasangan, apa yang paling dia suka dan berikan sesering mungkin. Coba lihat dari lima bahasa cinta ini, mana yang dia sukai: (a) pujian, (b) sentuhan fisik dan kebutuhan seksual, (c) waktu dan kebersamaan, (d) pelayanan, (e) pemberian. Rencanakan dan berikan padanya dengan sukacita. Kalau belum tahu, silahkan diskusi dengan si doi.
Rajin mengucapkan Terima kasih pada pasanganmu bahkan untuk kebaikan terkecil pasanganmu. Misal, ketika diberikan minuman di pagi hari. Saat pasangan mengantar engkau belanja, dsb.
Bangun "kekitaan" dalam perkawinan. Misal saat berkata tentang anak bilanglah "anak kita". Demikian juga dengan uang katakan "uang kita", "ortu kita", "adik kita", dll. Kikis keakuan, rela berkorban demi pasangan. Pernikahan adalah sebuah sistem yang dibangun dengan kekitaan, punya rasa memiliki yang besar.
Sediakanlah waktu istimewa sesering mungkin untuk makan bersama dan ngobrol sebebas dan sepuasnya. Terkadang menonton bersama. Paling baik, ngobrollah bentar sebelum tidur, dan sampaikan perasaan-perasaanmu. Kebahagiaanmu. Hindari bawa pekerjaan lembur ke rumah.
Rancang waktu libur dan rekreasi, menikmati waktu santai bersama. setidaknya pada waktu libur panjang. Kalau tidak mungkin ke tempat yang jauh, cari pusat rekreasi terdekat tapi asyik dinikmati berdua. Seru, kan?
Jika Anda meramu dengan baik, setiap hari dan setiap saat hal-hal di atas semoga keintiman makin meningkat dengan pasangan. Orang pertama yang akan menikmati keindahan itu adalah anak-anak di rumah.
Semoga bermanfaat.
 
Julianto Simanjuntak


Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Minggu, 13 April 2014

Tukang Omong

TUKANG  OMONG
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
     
          Belum lama ini (Minggu, 06 April 2014) saya berjalan-jalan di Minahasa Tenggara (Mitra) dan ketika hendak kembali ke Manado, saya menyempatkan diri  untuk singgah  membeli buah salak di sebuah kios. Sejenak saya tertegun membaca tulisan pada dinding warung itu, "Jangan percaya kepada tukang omong."  Dalam hati saya berkata, "Oh menjelang Pemilu biasanya banyak tukang omong."
          John Bunyan (1628 – 1688) penulis buku legendaris, "The pilgrim's Progress" menceriterakan kepada kita mengenai  makna  talkative (tukang omong). Tulisnya,  "Dia adalah orang suci di negeri asing dan iblis dalam rumah." Banyak orang berbicara dengan sopan kepada orang asing dan mengotbahkan kasih serta kelemahlembutan, tetapi membentak dengan rasa tak sabar dan jengkel dalam rumahnya sendiri. Kita tahu bahwa ada seseorang yang berbicara dengan sikap murah hati pada suatu pertemuan keagamaan, tetapi kemudian ke luar menghancurkan reputasi orang lain dengan lidahnya dengan rasa kebencian.
          Bagi orang Jawa, "tukang omong" disebut   sebagai mitro nggedebus  atau  kakehan cangkem. Kalau orang Manado menyebutnya sebagai  mulut  babusa atau  mulut karlota. Memang, "tukang omong"  tidak menduduki  "tempat yang terhormat" dalam masyarakat.
          Maka tidak mengherankan jika peribahasa, "tong kosong berbunyi nyaring" atau " Air beriak tanda tak dalam" sangat popular untuk menyudutkan si  "tukang omong" yang kadang-kadang hanyalah omong kosong.  Dan pada gilirannya, kebanyakan masyarakat memuji orang-orang yang diam, "Silent is golden!" Lantas kita bertanya, "Apakah sikap diam itu benar-benar emas?"
 
Kamis, 10 April 2014   Markus Marlon



Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Senin, 07 April 2014

Capek Dech

CAPEK  DECH!!
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
     
          Beberapa tahun yang lalu (± 1996-an), saya pernah menjadi pastor bantu – memang  sih kalau salah ucap jadi pembantu pastor  –  (sekarang istilahnya lebih  keren yakni pastor rekan) di sebuah paroki. Waktu itu saya didhapuk atau  ketiban sampur untuk menangani Media Paroki. Tentu saja dengan semangat yang berkobar-kobar saya menerima tugas itu. Edisi pertama, luar biasa tanggapan dari kalangan umat. Mereka mengagumi  Media yang berbentuk majalah bulanan itu. Ini yang membuat  crew makin bersemangat. Crew  ini juga makin kompak. Runtang-runtung  kesana-kemari meliput kegiatan paroki.
          Edisi kedua, ketiga masih semangat. Tetapi ketika memasuki edisi ke empat, pujian atas  Media paroki mulai menghilang. Yang dulu dipandang sebagai hal luar biasa, kini menjadi hal yang biasa. Apalagi ketika saya berkunjung ke keluarga-keluarga,  ternyata Media Paroki yang kami buat masih menumpuk di meja ruang tamu,  bahkan belum dibuka plastiknya. Kami menjadi loyo!
          Akhirnya crew mulai kadang muncul lagi di "Kantor  Media Paroki."  Deadline  mulai tidak diindahkan dan terbitnya pun mulai tidak tepat waktu. Bahkan salah seorang  crew berkata, "Masak kerja berbulan-bulan cuma kerja bhakti. Capek dech!!"  Dugaan saya, paroki-paroki yang dulu pernah memiliki Media – barangkali – kini tinggal kenangan saja.
          Memang benar kata pepatah, "Yang baru selalu indah dan menyenangkan,"  misalnya,   mahasiswa baru, pengantin baru, karyawan  yang baru diangkat menjadi pegawai tetap. "Nil novi sub sole" – tidak ada yang baru di bawah matahari, demikian kata pengkhotbah (Pkh 1: 9). Dan peristiwa-peristiwa semacam itu tentunya berulang dalam sejarah. Ketika Alexander  The Great (235 – 323 seb. M  ) raja Macedonia itu ingin menguasai dunia, setiap kali menduduki satu negeri ia disanjung dan dipuji (misalnya di kota Alexandria). Tetapi setelah beberapa bulan pujian mulai menghilang, Sang Penakluk akhirnya pergi lagi mencari koloni baru dan seterusnya. Selang beberapa tahunm dia mati bukan karena berperang namun karena kelelahan,  "Capek dech!!" (Bdk. Cerita wayang dengan judul, "Pandawa Swarga"). Sejarah memang berulang,  "L'histoire se répète"
          Mengelola sebuah Media untuk zaman muthakhir memang  gampang-gampang susah atau susah-susah gampang.  Sang pengelola harus bermental baja. Awalnya suatu pekerjaan itu dilihat sebagai  job, yang tentunya seperti tugas dan kewajiban. Kemudian, pekerjaan atau tugas menjadi suatu  career yang tentu melaluinya orang dapat naik pangkat dan dipromosikan. Lantas, mengelola  Media (apalagi – maaf – milik paroki, tarekat maupun Keuskupan) perlu didasarkan pada vocation atau calling (panggilan).  Dari situlah seseorang yang mengelola  Media akan merasa bahagia dan ada passion.  Meskipun tidak ada yang memuji atau pun tidak ada yang membaca serta melihat YouTube yang dibuat, ia akan mengerjakan dengan suka cita dan penuh gairah, passion. Ia akan mengerjakan seperti apa yang pernah dikatakan Mother  Teresa (1910  – 1997), "In this life, we cannot do great things. We can only do small things with great love."
          Usul saya, ketika seseorang mengelola media seperti: bulletin, majalah bulanan atau media elektronik seperti: renungan harian, YouTube, film-film singkat perlu memiliki  "hati yang lapang".  Ia sudah layak dan sepantasnya rela untuk tidak dihargai dan  ikhlas jika hasil karyanya ternyata   tidak dibaca atau pun dilihat. Dengan mental seperti ini, maka kalau kita tidak  dianggep,  maka tidak akan muncul kata-kata, "Capek dech!!"
 
Jumat, 04 April 2014   Markus Marlon

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Minggu, 06 April 2014

Kejutan-kejutan cinta

Kejutan-kejutan Cinta

Tujuh tahun lalu, di jalan tol usai pulang dari sebuah acara, Witha dengan suara bergetar berkata: "Pa, thanks ya di acara tadi, kau rangkul aku di depan orang banyak... seperti di Sorga rasanya.." Ha ha ha, saya merasa geli dengan ungkapan istri saya, tapi yah.. begitulah cara istri saya menghargai wujud cinta sederhana. Dia sangat pandai menghargaiku. Maklum, saya bukan tipe suami yang romantis. Sesekali menunjukkan wujud cinta, menjadi super istimewa bagi istri. Teman, bagi kekasih kita banyak hal biasa menjadi sebuah kejutan cinta. Pasangan kita terutama istri tak cukup ungkapan cinta, tapi wujud cinta yang nyata.

Ada beberapa wujud cinta lain yang bisa menjadi kejutan cinta bagi pasangan:

Pertama, tulislah sepenggal puisi saat ulangtahun pasangan tercinta. Ungkapan cinta seperti dulu masih pacaran, bahkan ungkapan perasaan cinta yang lebih dalam.

Kedua, transferlah sejumlah uang yang dibutuhkan istri tapi dia belum memintanya. Atau memberikan uang lebih dari yang ia harapkan. Tentu jika kita bisa melakukannya.

Ketiga, bagi istri, bersiaplah melayani kebutuhan seks suamimu. Ready meski tak diminta. Dengan pakaian yang khusus atau berinisiatif lebih dulu. Sesuatu yang tidak biasa, akan terasa istimewa.

Keempat, ajaklah pasanganmu berlibur ke tempat yang istimewa. Tak harus jauh atau mahal, tetapi pasanganmu tahu benar anda jarang mau bepergian berdua.

Kelima, menyiapkan makanan kesukaan suami pada saat anda sedang sangat sibuk. Tapi menyempatkan memasak buat pasangan. Bisa juga membelikan oleh-oleh kesukaan pasangan usai pulang dari satu tempat.

Keenam, rela menunda kesibukan atau siap cuti saat pasangan kita sakit dan sedang membutuhkan kehadiran kita di rumah atau di rumah sakit.

Ada banyak wujud cinta lainnya yang menjadi kejutan istimewa bagi pasangan, seperti memuji pasangan pas kita berbicara di depan banyak orang. Dengan kejutan-kejutan cinta ini akan membangun hubungan kita lebih intim. Perasaan memiliki akan semakin kuat. Perasaan dicinta akan membangun harga diri yang sehat dan menjadi benteng stres yang positif.

Akhirnya, kejutan-kejutan dari wujud cinta Anda membuat pasangan merasa bahagia dan membantunya lebih produktif dalam pekerjaannya.
 
Julianto Simanjuntak


Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Kamis, 03 April 2014

Kebersamaan Yang Hilang

Kebersamaan yang hilang

Masyarakat kita makin lama, makin sakit. Komunikasi yang bermakna menjadi sulit ditemui. Padahal kebersamaan adalah sarana menikmati indahnya keluarga. Kini itu meluntur seiring hadirnya "permainan" dan sarana komunikasi baru yang canggih: ponsel, Blackberry, facebook, e-mail, twitter, televisi, dan sebagainya. Semua ini dapat menggoda kita meninggalkan wadah  komunikasi tradisional seperti main ular tangga atau ngobrol. Kita juga kehilangan suasana yang membuat ayah dan anak, suami dan istri bisa berkomunikasi, sembari minum teh hangat dan makan pisang goreng.

Tak ada yang salah dengan semua alat komunikasi tersebut. Bahkan terkadang kita amat membutuhkannya untuk mempercepat komunikasi. Yang bermasalah adalah cara, waktu dan sikap kita dalam menggunakannya.
Dari beberapa percakapan dengan klien dan teman, ada fenomena menarik. Di antaranya anak-anak merasa makin tidak didengarkan orangtua. "Mamaku nggak bisa lepas dari blackberry-nya," kata seorang anak usia 7 tahun kepada kami. "Mama itu kalau sudah BBM-an dengan Tante Santi.. wah, jangan diganggu, deh. Konsentrasinya bisa terganggu dan kita dapat marah besar!"

"Papaku lain lagi," celetuk Danny. "Kalau papa sudah ngobrol di webcam dengan Om Bobby ... aku sama Ita disuruh jauh-jauh. Kami tidak boleh bersuara. Kata papa, Om Bobby di Amerika itu teman bisnis papa. Kalau kami ribut, suara Om Bobby nggak kedengaran dengan baik. Padahal, papa kan sudah seharian kerja di kantor. Kami juga mau cerita-cerita dengan dia, seperti temanku Kevin dengan papanya. Tapi.. yah.. papaku sibuk terus.."

Tanpa sadar orangtua telah kehilangan kesempatan  asyiknya memandang wajah anak. Lebih enak memandang wajah politisi yang sedang membahas masalah negara di televisi atau menonton sinetron favorit. Beberapa anak mengeluh karena ayahnya sibuk sekali jika diminta main gelutan, petak umpet, bercanda atau cerita. Tentu ini hanya beberapa fenomena yang terekam di ruang konseling.

Relasi Orangtua-Anak

Bagaimana cara membangun hubungan harnomis antara orangtua dan anak sudah sangat banyak dibahas. Tulisan ini bermaksud menolong ayah dan ibu yang semasa menjadi anak merasa diabaikan orangtuanya juga. Akibatnya dia tidak punya pengalaman dan cara untuk membuat anak-anaknya nyaman di dekatnya. Ketrampilannya berkomunikasi dengan anak menjadi miskin. Sayangnya itu cenderung diadopsi juga oleh anak-anaknya. Demikian seterusnya.

Tidak ada lagi hal yang mudah jika segala suatunya sudah telanjur, termasuk memperbaiki relasi yang pernah dirusak oleh sakit hati dan pengabaian. Karena itu, sebelum pengalaman pahit ini berlanjut ke anak-cucu, orangtua perlu menetapkan hati: biar sampai di saya saja; jangan dialami lagi oleh anak-anakku.

Membuka Perasaan

Bagaimana memperbaiki perasaan yang pernah terluka oleh perlakuan orangtua?

Pertama kita perlu mengakui perasaan kita secara jujur. Jika di sekitar kita ada profesional helper (misalnya konselor), tentu sangat baik. Jika tidak, baiklah kita mengatakan sakit hati itu kepada Tuhan lewat self talk. Jangan dipendam atau dimanipulasi dengan mengatakan, "Sudah mengampuni" atau kata-kata semacamnya - padahal masih terasa sakit. Belajarlah mengungkapkan perasaan Anda dengan jujur.

Saat ini, tidak mudah menggali dan mengenali perasaan terdalam kita. Jika beberapa waktu lalu kita terbiasa mengirim pesan kepada anggota keluarga lewat catatan di pintu kulkas atau whiteboard, belakangan ini orang makin terbiasa berkomunikasi di dunia maya. Pesan diungkapkan dengan singkat lewat SMS atau BBM, tidak perlu bertemu, tidak perlu tatap muka. Tetapi ungkapan rasa dalam kata menjadi terbatas.

Memang dunia maya  mengajak kita menulis apa yang kita pikirkan dalam status di facebook, twitter, atau blackberry messenger. Tapi tanpa disadari kita komunikasi itu dangkal, tidak lebih dari sekedar katarsis. Agar mampu menggali perasaan terdalam kita perlu waktu untuk "berenang" di kedalaman hati kita.

Kedua, kita perlu memahami bahwa kesulitan kita berkomunikasi dengan anak-anak yang kita cintai bisa jadi disebabkan kita pun dulu kehilangan kesempatan mempelajari hal-hal ini dari ayah-ibu kita. Padahal, kehadiran orang yang mendengarkan kita akan membuat kita merasa berarti dan dihargai. Inilah yang diinginkan anak-anak kita dari orangtua mereka. Karena itu orangtua mesti waspada jangan sampai mengabaikan anak-anak.

Kekayaan Jiwa

Bagaimana cara kita memahami bahwa kita memiliki kekayaan ini? Indikasinya adalah munculnya gairah dan sukacita saat bersama. Komunikasi yang sehat menularkan optimisme dan harapan. Ada kesediaan mendengarkan aktif dan pandangan mata yang bermakna. Anak-anak merasakan bahwa papa-mamanya benar hadir dan peduli pada mereka. Mereka merasa aman, nyaman, dan berarti. Orangtua pun merasakan hal yang sama.

Kesukaan ini akan terbawa dalam pekerjaan dan pelayanan kita. Anda makin kreatif, produktif dan menjadi berkat. Tentu di akhir tahun yang baru lalu kita sudah melakukan evaluasi bersama. Apa yang kita temukan? Apakah anak dan pasangan kita merasakan indahnya kebersamaan di dalam keluarga? Jika tidak maka belum terlambat untuk mengambil tekad untuk kembali kepada keluarga kita. Kita perlu mengutamakan anak-anak dan pernikahan kita. Sebab Tuhan menyelamatkan kita di dalam dan melalui keluarga. Di sanalah anak-anak pertama-tama merasakan dan mengenal kasih Tuhan.

Julianto Simanjuntak
Penulis "Mencinta Hingga Terluka" (Gramedia)


Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Rabu, 02 April 2014

Munafik

MUNAFIK
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
         
          Belum lama ini (Minggu, 30 April 2014), saya mendengar celotehan orang-orang yang sedang bertengkar di mikro (sebutan untuk angkutan umum di Minahasa, mungkin seperti mikrolet atau  opelet), "Eh ngana jang munafik, pura-pura suci" – eh, kamu jangan munafik, berpura-pura saleh.
          Kata munafik itu berasal dari bahasa Arab  munāfiq yang berarti  "lain mulut lain di hati."   Di depan memuji tetapi ternyata menusuk dari belakang. Itulah sebabnya dalam bahasa Inggris,  kata  "hypocrite"  berarti bermuka dua atau lidah biawak. Ngeri amat  sich!  Kemunafikan dalam penerapannya terdapat dalam pepatah-petitih yang berbunyi, "wolf  in sheep's clothing" – serigala  berbulu domba.
          Kata Munafik aslinya dari kata Yunani  hupokritēs  yang berarti: orang yang menjawab.  Kemudian hari berubah menjadi kata yang terkait secara khusus dengan pernyataan dan jawaban dalam dialog di atas panggung dan ini merupakan kata Yunani yang umum, yang artinya seorang  actor  (Bdk.  William Barclay dalam bukunya yang berjudul,  "Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Matius ps. 1 – 10"  hlm. 457).
          Kemudian, artinya berubah lagi yaitu seorang  actor yang maknanya sangat buruk yakni  seorang yang berpura-pura atau orang yang bermain sandirwara atau orang yang memakai topeng atau kedok untuk menutupi perasaan hatinya yang sebenarnya.  Maka tidak heranlah, jika ada orang yang munafik akan ditegur temannya, "Kamu jangan memakai kedok yah!  Terus-terang saja jangan  plin-plan."  Atau saat ini banyak  badut politik – yang ber-pantomim  –  artinya memberi janji-janji ketika kapanye. Apa yang dikatakan – mungkin – tidak sama dengan apa yang ada di hatinya.
          Dalam syair lagu yang berjudul,  "Panggung Sandiwara"  dilukiskan bahwa setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan.  Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura.  Barangkali peran  "yang berpura-pura" itu menurut Achmat Albar adalah orang yang  munafik.
 
Rabu, 02 April 2014   Markus  Marlon
        

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com