Selasa, 18 September 2012

KEMBALI*
(Sebuah Percikan Permenungan)
 
          Ketika saya mengadakan perjalanan ke  Jakarta ada rasa gembira. Di ibu kota itu, segala macam hal dapat kita dapatkan. Bahkan saya boleh berkata, "Tidak ada hal yang tidak ada di Jakarta." Gedung-gedung mewah dengan segala fasilitasnya untuk sementara waktu menyenangkan. Namun tidak lama kemudian, saya ingin kembali ke rumah, apalagi ingat film yang berjudul "Home, Sweet Home,"  sebuah film tentang kehidupan John Howard Payne (1791 – 1852).

          Rumah, bagaikan rahim yang menerima kita apa adanya. Anand Krisnha dalam  99 Nama Allah bagi Orang Modern menunjuk  pada makna  Ar-Rahim yang berarti Maha Penyayang.  Allah begitu menyayangi umat dan Allah rindu para umatnya untuk kembali ke dalam fitrah-nya. Henri J.M. Nowen (1932 – 1966)  dalam The Return of The Prodigal Son,  melukiskan betapa bahagianya, jika ada seorang anak yang kembali ke pelukan bapanya  (Luk. 15:  11 –  32).  Perjalanan kembali ke rumah yang dipenuhi dengan keraguan serta rasa malu yang tinggi, akhirnya disambut dengan tangan terbuka. Cover dari buku tersebut  tersebut memberikan inspirasi kepada kita tentang pengampunan. Dalam lukisan tersebut, Rembrant (1606 – 1669) mengajak kita  untuk merenungkan arti rangkulan seorang bapa  terhadap  anaknya. Tangan kanan bapa, kuat dan legam, sedangkan tangan kirinya halus dan indah. Ini melukiskan bahwa kebapakan dan keibuan telah menerima anak yang hilang tanpa syarat.

Sebuah lagu yang dipopulerkan kembali oleh  Marcello Tahitoe yang nama pop-nya Ello, berjudul "Pergi untuk Kembali"  memiliki makna bahwa setiap kita memiliki tugas untuk pergi: mencari kehidupan.  Edith Hamilton dalam Mitologi Yunani, memaparkan  seorang pahlawan bernama  Herkules.   Selama hidupnya, ia berpetualang dan  diberi pelbagai tugas,  yang terkenal dengan sebutan The twelve labours of Hercules. Bertahun-tahun "anak Dewa Zeus" ini sibuk dengan tugas-kewajibannya. Namun pada akhirnya, ia kembali ke rumahnya hidup bersama istrinya, Deianeira dan anak laki-lakinya.  E.V. Rieu dalam Odyssey juga mengisahkan tentang petualangan Odiseus yang setelah perang Troya berakhir ia ingin kembali ke Itacha. Selama sepuluh tahun ia berpetualangan dalam pelbagai pengalaman. Betapa bahagianya ketika akhirnya ia kembali ke istananya dan berjumpa dengan Penelope, istrinya dan Telemachus, anaknya. Dalam keluarga itu Odiseus menemukan dirinya sendiri. Home sweet home. 

Mungkin orang pada masa mudanya memiliki aneka macam pekerjaan. Ada pekerjaan yang merupakan tugas, ada pekerjaan lain sebagai kewajiban. Namun ada pekerjaan yang sungguh-sungguh ia senangi. Setiap kali mengerjakan tugas itu ia mendapatkan gairah, semangat dan passion. Pekerjaan inilah yang dianggap sebagai vocation atau calling  (panggilan jiwanya).  Ia pergi ke mana-mana, akhirnya kembali ke dalam dirinya yang sungguh-sungguh membuatnya bahagia, yaitu panggilan jiwanya.

Kembali sangat memiliki makna spiritual. Prosesi lilin  Tuan Ma  yang diadakan setiap pekan suci (Paskah) di Larantuka – Flores,  memiliki makna spiritual yang mendalam. Pada malam itu setiap nisan diberi lilin menyala. Di beberapa daerah seantero negeri ini, setiap hendak memasuki bulan Ramadhan masyarakat mengadakan bersih-bersih makam. Selain mensyukuri kedatangan bulan Ramadhan, juga untuk menghormati arwah kaum kerabat yang sudah meninggal dunia, seraya menziarahi dan mendoakannya. Kemudian di makam-makam Katolik yang sering  disebut dengan nama  kerkoff,  tertulis pada gapura "Memento Mori" yang berarti Ingatlah akan kematian.   Filosofi  Jawa menulis, "Sangkan paraning dumadi" yang berarti dari mana kita berasal dan akan ke mana setelah hidup kita di dunia ini.

Tatkala kita kembali ke kampung halaman,  ada rasa nyês bila berjumpa dengan sahabat  dan handai taulan.  Kembali ke tempat kelahiran sungguh memiliki makna yang mendalam. Tiada pengalaman yang semendalam, ketika kembali melihat dan mengenang kembali masa-masa kecil. Sapaan-sapaan dari sahabat dan handai taulan yang setia "menunggu" kampung halaman membuat ingat kembali masa lalu. Dari sana pula, saling memaafkan dan kembali kepada fitrah. Dalam filsafat kita kenal istilah tabula rasa  (bahasa Latin), terjemahan bebasnya  berarti papan tulis yang masih bersih. Seorang bayi itu suci dan kudus, belum terkontaminasi dengan dunia luar. Dalam kekristenan, kita mengenal "dilahirkan kembali" atau dibaptis (Yoh. 3: 3).

Inilah pertanyaan dalam diriku, setiap kali merenungkan hidup ini, "Ke manakah aku bakal kembali?  Di mana tempat hinggap- ku,  andai melesat terbang  dari kurungan (badan jasmani) di dunia ini? Ke manakah aku  hendak kembali setelah aku pergi bertandang di dunia ini?" (17 September 2012).

*Sudah dipublikasikan di Suara Pembaharuan Minggu, 13 – 19 September 2012

Markus Marlon
"Biara Hati Kudus"

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Minggu, 09 September 2012

Sabar

SABAR
(Sebuah Percikan Permenungan)
 
          Film yang  berjudul The Vow garapan Michael Sucsy,  mengisahkan dua sejoli: Leo (Channing Tatum) dan Paige  (Rachel McAdams) sebagai  sepasang suami istri yang amat  harmonis. Karena sebuah kecelakaan yang fatal, mengakibatkan istrinya menderita amnesia (hilang ingatan). Bahkan dia juga tidak ingat bahwa dirinya adalah suami Leo. Berbulan-bulan, Leo "membimbing" Paige untuk menemukan dirinya kembali. Tentu saja yang dibutuhkan Leo adalah kesabaran, kesabaran dan kesabaran. Pepatah Latin yang berbunyi, "patientia vincit omnia"  (kesabaran mengalahkan segalanya),  tepat jika disandangkan kepada Leo. Akhir dari kisah nyata tersebut, Leo bisa mengajak kembali istrinya di rumahnya dan memiliki dua orang anak.

          Sikap-sikap hidup manusia yang  tidak sabar rupanya sering kita jumpai dalam hidup sehari-hari.  Ketika sedang mengendarai mobil kemudian dilambung oleh yang lain,  kadang terdengar makian karena tersinggung. Gara-gara uang Rp. 10.000,00 orang bisa baku bunuh. Orang salah bicara sedikit, terjadi salah paham dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Orang Jawa memiliki ungkapan  "dowo ususe"  yang artinya panjang ususnya, panjang sabar.  Orang yang kurang sabar atau mudah marah itu diistilahkan sebagai orang yang pendhek ususe atau pendhek sumbune.  Seseorang yang memiliki sumbu pendek, tentu saja mudah tersulut  oleh api. Orang bisa mengamuk jika harapannya tidak dipenuhi dengan merusak fasilitas-fasilitas publik. Rupanya orang Inggris terkesan dengan istilah amuk ini, sehingga kata amuk itu dimasukkan dalam perbendaharaan kata ( vocabularium) . Bangsa Indonesia menyumbangkan kata amok itu ke dalam kancah internasional.

          Bahkan budaya antri atau mengurus adminstrasi di kantor-kantor, juga tidak ada kesabaran. Mereka ingin segera mendapatkan KTP atau SIM misalnya,  dengan cara "menembak".  Menurut Koentjaraningrat (1923 – 1999),  mental menerabas adalah nafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak berusaha secara bertahap dari awal hingga akhir. "Sikap mental ini diikuti pula oleh sifat-sifat buruk lainnya, seperti tidak berdisiplin, suka mengabaikan tugas yang diberikan dan meremehkan kualitas serta tidak peduli pada aturan-aturan yang berlaku," tuturnya.

          Aesop (± 620 – 564 seb. M), pendongeng fable dari Yunani Kuno, ratusan tahun lalu  menulis dongeng yang berjudul, The goose and the golden eggs. Kisah ini  merupakan permenungan bagi manusia yang tidak sabar menunggu angsa yang bertelur emas setiap hari. Karena tidak sabar  menunggu, disembelihlah angsa tersebut. Pemilik angsa itu berpikir bahwa di dalam tubuh angsa itu terdapat banyak telur. Tetapi yang ditemui adalah ketiadakaan telur emas-telur emas tersebut. Orang ini telah membunuh modal utama, karena tidak sabar menunggu "bunga" yang didapat setiap bulannya.

          Kesabaran Tuhan  dapat kita lihat pada perumpamaan lalang di antara gandum. Pada waktu itu, kebun gandum dipenuhi dengan lalang. Tuan tanah berkata, "Biarkanlah keduanya tumbuh bersama-sama sampai waktu menuai" (Mat. 13: 30).  Tuhan begitu sabar terhadap umat-Nya. Dan akhirnya, kita bisa  belajar bersabar dari Rasullulah.  Alkisah, ketika Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, Ali berjalan bersama-sama, ada seorang pria yang kemudian menghina Ali dengan kata-kata kasar. Ali yang bernama asli Haydar bin Abu Thalib itu tidak tahan kemudian membalas perlakuannya.  Namun sang Nabi meninggalkan dia.

          Kemudian, ketika Ali berjumpa sang Nabi, ia menggerutu, "Mengapa Rasullulah pergi dan meninggalkan saya sendirian menghadapi penghinaan tadi?" Nabi Muhammad pun menjawab, "Sahabatku, ketika orang berwatak kasar itu menghina engkau dan engkau diam, ada sepuluh malaikat melindungi engkau dan berpihak padamu. Tetapi ketika engkau mulai berbalik dan menghina, malaikat-malaikat itu meninggalkan engkau dan begitu juga Saya memutuskan untuk meninggalkan engkau" (10 September 2012).

Markus Marlon
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng KM. 9
PINELENG – MANADO
95361
 
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Jumat, 07 September 2012

Ngalami Kasaenan Delem Gusti

NGALAMI KASAENAN DALEM GUSTI"
(Wohing Karohanen Taroanggro: Desa Reco-Kertek-Wonosobo)
 
           Akeh wong sing isih duwe panemu menawa uripe manungsa iku wus tinakdir dening Gusti. Begja utawa cilakaning manungsa iku pokoke gumantung babar-pisan saka sing Mahakuasa. Mula sandyan wong iku wis mbudidaya sakatoge, nanging yen durung dadi kersane Sing Mahakuwasa mau,  iya tetep ora bisa malih uripe. Panemu iku sing banjur marakake wong dadi nglokro lan pupus semangate, awit kaya-kaya manungsa iku ora bisa nemtokake nasibe dhewe lan kaya-kaya sing diarani kena takdir iku yen uripe manungsa saiki sangsara.

          Gagasan kaya mangkono mau ora bener. Awit Gusti Allah malah ngersakake supaya wong-wong iku padha slamet lan padha nampa karahayon.

          Ana ing urip padinan, mbok menawa kita ngadhepi rubeta kang akeh. Kita sesambat marang Gusti, "Duh Gusti, gesang kula punika awrat sanget!!" mBok  menawa kanthi mangokono, urip kita malah sangsaya kuat. Awit kerep wae Gusti Allah iku paring pitulungan marang kahanan kaya sing kita adhepi ing dina-dina iki.

          Ayo padha nyenyuwun marang Gusti, supaya kita mantep lan madhep ngayahi pakaryan ing donya kene (07 September 2012).
  
Markus Marlon MSC
 "Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng   KM. 9
 PINELENG  –  MANADO
 95361
         
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Selasa, 04 September 2012

3x Setengah Menit

Para ahli sering berpesan:'Setiap orang harus memperhatikan 3 x Setengah-menit'.
Kenapa demikian? '3 x Setengah-menit' adalah sesuatu yang cuma2,tetapi akan banyak mengurangi angka kematian secara tiba2 !. Sering kali terjadi seseorang siangnya masih sehat walafiat, tetapi malamnya meninggal. Tidak jarang kita mendengar cerita orang ; kemarin saya masih ngobrol dengan dia, kenapa tiba2 dia meninggal?
Penyebabnya adalah ketika bangun malam untuk ke kamar mandi sering dilakukan secara terlalu cepat.
Begitu berdiri, otak kekurangan darah.
Mengapa perlu '3 x Setengah-menit'?
Karena pola ECG (Electro Cardiogram) seseorang normal pada siang hari, tetapi bangun tengah malam untuk melaksanakan hajat tiba2 gambar ECG itu dapat berubah?
Karena dengan tiba2 bangun, otak akan menjadi anaemic dan mengalami gagal jantung karena kekurangan darah.
Dianjurkan oleh para ahli untuk menjalankah '3 x Setengah-menit', yakni :

1. Bila terbangun jangan langsung turun dari tempat tidur, tetapi berbaringlah selama setengah menit...

2. Duduk ditempat tidur selama setengah menit... 

3. Turunkan kaki, duduk ditepi ranjang selama setengah menit...

Selewat 3 x Setengah-menit yang dilakukan tanpa harus membayar sesen pun, otak tidak akan anaemic dan jantung tidak akan mengalami kegagalan.
Mengurangi kemungkinan jatuh dan meninggal ketika bangun tengah malam seperti yang sering kita dengar...

Pernah setelah membaca tulisan ini, seorang usia lanjut menangis menyesali kenapa tidak mengetahui hal ini jauh2 hari.
Dua tahun lalu dia bangun tengah malam untuk buang air kecil, di kamar mandi tiba2 terasa dunia berputar dan jatuh. Akibatnya dia sekarang mengalami kelumpuhan dan tidak bisa meninggalkan tempat tidur, punggungnya mengalami luka2 dikubitus...
Kalau saja mengetahui hal ini, maka dia tidak harus menderita selama ini...  
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Senin, 03 September 2012

EGOIS
(Sebuah Percikan Permenungan)

          Ketika rombongan kami  menelurusi sungai di Kalimantan  Tengah dengan kapal Borneo River Cruise, ( Pertengahan Juni 2012), ada salah seorang penumpang yang tidak suka melihat pemandangan alam di sekitar sungai tersebut. Sambil melihat ke bawah,  lama ia mematut  diri tanpa mengindahkan teman-teman di sampingnya. Ternyata ia sibuk dengan dirinya sendiri bercermin di permukaan air.

          Menyaksikan tingkah laku gadis pesolek itu, saya teringat akan dongeng "anjing yang serakah" tulisan Aesop (620 – 560 seb.M), pendongeng fabel asal Yunani dan kisah  Narsisius, dari mitologi Yunani yakni  seorang yang tergila-gila dengan bayangannya sendiri yang terpantul pada permukaan sungai. Dari sana muncul ungkapan dari  anak-anak ABG (Anak Baru Gede), "narsis banget sich kamu!" Mereka itu egoist.  Egoist dalam  Kamus Inggris – Indonesia (John Echols dan Hassan Shadily) diartikan sebagai orang yang hanya mengejar kepentingan diri sendiri.  Dalam film yang berjudul "My Ellen"  –  sebuah film yang diadaptasi dari Buku,  "Little House " Seri Laura – hendak mengisahkan seorang ibu yang kehilangan anaknya yang tenggelam di danau dan tewas.  Ibu dari anak itu tidak bisa menerima bahwa anaknya sudah tiada, maka ia "mengurung" Laura di kamar bawah tanah. Laura didandani dan dibuat seolah-olah Ellen. Ibu dari Ellen itu hanya mengejar kepentingan dan demi memuaskan dirinya sendiri hingga mengorbankan kebebasan Laura.

 Kisah Mahabharata yang ditulis oleh Nyoman S. Pendit melukiskan  bahwa  ketika Pandawa hendak berperang melawan Kurawa, doa mereka adalah semoga diri mereka selamat. Dan benar, yang selamat adalah hanyalah putra Pandu (Pandawa), sedangkan anak-anak mereka tidak ada yang selamat.  Kelima putra Pandu itu memang ingin jaya, namun tidak ingat untuk "menjayakan" anak-anak mereka. Untunglah ada Parikesit (cucu Arjuna) yang menduduki tahta Kerajaan Hastina, sehingga dinasti Pandawa bisa berkelanjutan. Banyak dalam dunia politik, orang mementingkan golongannya atau partainya sendiri. Mereka menjadi kelompok yang sangat fanatik. Bahkan ada ungkapan yang diciptakan oleh Carl Schurz (1829 – 1906) yang berbunyi, "our country, right or wrong. When right tobe kept right, when wrong to be put right"  yang berati: salah dan benar adalah negaraku (maka harus aku bela mati-matian). Ungkapan ini secara tidak langsung  juga diterapkan pada partai atau kelompok.  Partainya di dalam tubuhnya mengalami carut-marut. Namun oleh semua anggota dibela mati-matian, sehingga kepentingan yang lebih luas, negara diabaikan. Itulah sikap egoist dalam sebuah kelompok.

          Setiap orang ingin diperlukan sebagai orang penting. Maka tidak heranlah jika ada istilah VVIP (Very Very Important Person).  Orang amat bangga jika dirinya dianggap penting dan merasa bahwa dirinya banyak memberikan kontribusi bagi orang lain. Albino Luciani yang adalah Paus Yohanes I ( 1912 – 1978) menulis buku yang berjudul Kepada Yang Terhormat, surat-surat kepada tokoh-tokoh masyur.  Ia mengutip puisi gubahan Trilussa (1871 – 1950) penyair Roma yang sebenarnya namanya Carlo Alberto Salustri:

          Siput si pesolek kecil
          Merayap di atas obelisk.
          Melihat lendirnya sendiri,
          Akh, katanya, "Saya mengerti. Dalam sejarah telah kutinggalkan bekas!"
 
          Inilah tanda bahwa kebanyakan orang ingin dirinya dikenang dalam sejarah. Ia berharap meninggalkan track-record yang dikenang sepanjang zaman.  Para kaisar Romawi, menginginkan dirinya diangkat atau mengangkat dirinya sebagai Dewa. Hal itu dibuat supaya, namanya dikenal oleh anak cucunya bahkan seluruh dunia. Suetonius, nama lengkapnya Gaius Suetonius Tranquillus  (telahir ± 70 M) dalam Dua Belas Kaisar  mencatat tentang kejayaan dan kekejaman dua belas kaisar Romawi. Ada beberapa kaisar yang dinamakan atau menamakan dirinya sebagai divus  yang berarti orang yang diperdewa. Mereka itu adalah   Divus Julius (100 – 44 seb. M), Divus Augustus (63 seb. M – 14 M), Divus Claudius (10 seb. M – 54 M), Divus Vespasian (9 – 79 M)  dan Divus Titus (39 – 81 M).  Karena sebagai dewa, maka diri mereka berhak menerima sembah sujud,  kata-katanya sebagai hukum dan boleh bertindak sewenang-wenang. Kekuasaannya untuk kepentingan diri sendiri dan keturunannya.

          Orang-orang yang  mementingkan  dirinya sendiri ada di mana-mana. Entah itu di rumah sendiri atau  di kantor  atau dalam masyarakat, sering kita jumpai. Baiklah kita merenungkan hadis Nabi yang berbunyi, "sebaik-baiknya manusia  adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain" (Imam Bukhari)  atau sabda Yesus, "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk. 10: 45). Hidup kita di dunia ini bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain (03 September 2012).

Markus Marlon MSC
Biara Hati Kudus
Jl. Raya Pineleng KM. 9
PINELENG – MANADO
95361

Web : http://pds-artikel.blogspot.com

Sabtu, 01 September 2012

Kekuatan Rohani Kang Ngedap-edapi

 
"KEKUATAN ROHANI KANG NGEDAP-EDAPI"
 
Ana wong saka stasi, nalika isih urip ana ing desa aktif banget ana ing kegiatan gerejani. Nanging bareng wis pindhah menyang kutha lan sawise oleh gawean, malah banjur ora njedhul ana gereja maneh (istilahe Romo Kanjeng:  "ilang  –  ngilang lan gawe sumelang" milis Serayu-net, 27 Juli 2012).  Mulane kancane banjur mikir-mikir, "Lho apa sebabe kok sawise kecukupan malah dari ora gelem aktif mangeh ana ing gereja?" Mangka sejatine uga duwe wektu.

Kancane banjur marani lan takon, apa sing njalari ora tau menyang gereja maneh. Wong mau mangsuli, menawa lagi nesu lan orang duwe semangat. Nalika didhedhes dening kancane, wong mau lagi blaka menawa sejatine lagi ana prakara sing njalari lesu lan ora semangat mau, yaitu marga lagi kecenthok, banjur kagol (Rm. Budyapranata Pr, Kumandhanging Sabda Dalem).

Kekuatan rohani utawa kekuatan batin iku senadyan ora katon, nanging nduweni kekuatan sing ngedap-edapi. Upamane yen ana wong lagi emosi lan banjur ngamuk, wong mau bisa ngrusak apa-apa.

Karohanen iku kudu kita olah, supaya ana ing kahanan apa wae tetap bisa urip ing jalur kang bener. Buku kang judule, Emotional-Spiritual Quotien tulisane Ary Ginanjar  Agustian (ing sasi  Ramadhan iki  ngisi acara "Ensiklopedi Islam – Leaders with Character") njlentrehake menawa ing urip kita kudu cerdas sacara spiritual.  Ana ing buku mau ditulis, menawa urip iku ana tujuane yaitu: "Sangkan Paraning Dumadi" (asal-usul titah kabeh iki dititahake saka Gusti Allah lan bali marang Gusti Allah). 

Kanthi sembahyang, semedi, nenepi, tetirah,  wiweka, ziarah lan ngalap berkah Dalem, urip karohanen kita bakal ngremboko. Akeh sarana  ana ing Keuskupan Purwokerto yaitu:  Gua Maria Kaliori, Hening Griyo lan saiki ana Taman Rohani Anggrung gondhok. Sumonggo!!!(27 Juli 2012)

Markus Marlon MSC
Skolastikat MSC
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng   KM. 9
 PINELENG  –  MANADO
 95361
 
Web : http://pds-artikel.blogspot.com

MA'AF

MA'AF
(Sebuah Percikan Permenungan)

Di kampung halamanku, Gunung Kidul (Yogyakarta), ada ritual yang tidak
pernah tergantikan dari generasi ke generasi yakni mudik. Setiap tahun,
menjelang Idul Fitri, ratusan bus dari Jakarta ber-mudik. Kepulangan mereka
tidak tanpa perjuangan. Mereka harus membeli tiket (bus, KA dan pesawat)
dengan harga yang melambung tinggi dan sesampainya di air-port, stasiun dan
stamplat para pemudik harus berdesak-desakan mencari tempat duduk. Banyak
dari mereka menggunakan kendaraan bermotor untuk mudik. Tetapi semuanya itu
dipandang sebagai ibadah yang akhirnya bisa berjumpa dengan kerabat di
kampung halaman.

Meminta dan memberi maaf itu bukan perkara yang gampang. Mohandas
Karamchand Gandhi atau yang dikenal sebagai Mahatma Gandhi (1869 – 1948)
berkata, "Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf
tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh."
Ritual tahunan untuk kembali ke kampung halaman merupakan niat yang tulus
untuk menuju sebagai manusia yang fitrah.
Minta maaf saja tidak cukup, tetapi harus dilakukan dalam tindakan nyata.
Kata maaf (dari bahasa Arab, ma' fuw) itu memiliki arti: dibebaskan dari
dosa. Rabindranath Tagore (1861-1941), penulis dari Calcutta dalam buku
yang berjudul, "Kisah-Kisah Tagore" membeberkan seorang pembantu, yang
bernama Raicharan yang menghilang anak kesayangan majikannya, ketika
mengasuhnya di sekitar sungai Padma. Ia sangat menyesal dan kembali ke
rumah. Di rumahnya sendiri ia tinggal bersama istrinya dan lahirlah seorang
bayi untuknya. Dengan kesungguhan hati, Raicharan menjadikan anaknya
sendiri dididik, dibentuk seperti anak majikannya. Setelah menjelang remaja,
anak itu pun diberikan kepada majikannya. Dalam dirinya ada usaha untuk
"mengembalikan" yang sudah retak dan kembali menjadi silaturahim. Inilah
cerpen yang berjudul, "Kembalinya seorang anak".

Dalam memberi maaf pun kita harus tulus dan akhirnya tidak ada dendam lagi.
Saya jadi ingat wasiat Rosulullaoh Muhammad S.A.W. kepada Sayyidina Ali
bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah. Dalam suatu peperangan Ali bin Abi
Thalib Karomallahu Wajhah berhasil menjatuhkan musuhnya. Dengan sigap beliau
langsung menindih dengan tubuhnya siap dengan pedang terhunus untuk
memenggal. Dalam kondisi terjepit musuh Allah tersebut meludahi wajah Ali
Karomallahu Wajhah. Seketika itu juga pedang yang sudah siap dihunus
diturunkan untuk membatalkan niatnya menghabisi musuh Allah tersebut.
Ketika ditanya, " Mengapa engkau tidak melanjutkan niatmu untuk memenggal
kepalaku?" Ali bin Abi Thalib menjawab,"Ketika aku menjatuhkanmu aku ingin
membunuhmu karena Allah akan tetapi ketika engkau meludahiku maka niatku
membunuhku karena amarahku kepadamu"

Orang-orang Jawa memiliki banyak tradisi tentang saling memaafkan (Di pulau
Jawa itu pula muncullah Walisongo yang berarti sembilan orang wali).
Ketika lebaran, mereka berjumpa saling berkata, "njaluk pangapura" artinya
meminta maaf atau pengampunan. Setelah ditelusuri ternyata kata itu berasal
dari "ghafura" (bahasa Arab) yang berarti tempat pengampunan. Kemudian kita
kenal juga tradisi makan ketupat. Konon, menurut orang tua tua ketupat
berasal dari kata pat atau lepat (bahasa Jawa) yang berarti kesalahan.
Orang yang makan ketupat akan kembali diingatkan bahwa mereka sudah terlepas
dan terbebas dari kesalahan. Kita diharapkan akan saling mema'afkan dan
saling melebur dosa dengan simbol tradisi kupatan. Untuk itu, pada bulan
Ramadhan yang penuh berkah ini, kami sampaikan, "Minaladin walfaizin,
semoga Anda termasuk golongan orang yang kembali kepada fitrah dan
memperoleh kemenangan" (13 Agustus 2012).

Markus Marlon MSC
Skolastikat MSC
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng KM. 9
PINELENG – MANADO
95361