Minggu, 28 Februari 2010

RODA KEHIDUPAN

RODA KEHIDUPAN

Suatu hari seorang Murid bertanya kepada Gurunya,
"Guru, saya pernah mendengar kisah seorang arif yang pergi
jauh dengan berjalan kaki. Cuma yang aneh, setiap ada jalan
yang menurun, sang arif konon agak murung. Tetapi kalau
jalan sedang mendaki ia tersenyum. Hikmah apakah yang bisa
saya petik dari kisah ini?"

"Itu perlambang manusia yang telah matang dalam meresapi
asam garam kehidupan", jelas sang Guru.
"Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika bernasib baik,
sesekali perlu kita sadari bahwa suatu ketika kita akan
mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan.
Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai
lupa bersyukur kepada Sang Maha Pencipta.
Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan
dengan tersenyum optimis. Optimis saja tidak cukup,
kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras."

"Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib
saya sedang jatuh dan berada di bawah," sang Murid
kembali bertanya.

"Alasannya adalah IMAN, karena kita yakin akan pertolongan
Sang Maha Pencipta", terang sang Guru.

Selasa, 23 Februari 2010

Musuh utama tubuh

Musuh Utama Tubuh

Mau Tahu Musuh Utama Tubuh Anda?

Jawaban -
Musuh utama tubuh Anda adalah kursi.

Kursi??
Ya.. berdasarkan poling yang dibuat oleh Institute for Medicine and Public
Health atas 6.300 orang, setiap minggunya rata-rata setiap orang
menghabiskan 56 jam di tempat duduknya - mulai dari duduk di
meja kerja, di depan tv, atau main video game.

Kalaupun Anda menganggap diri Anda sebagai orang energik, duduk masih
merupakan kegiatan utama Anda. Namun tidak banyak yang tahu bahwa duduk
adalah pembunuh utama manusia.
Hal ini menjadi penyebab utama obesitas, penyakit jantung, dan juga
diabetes.

"Tubuh kita selama ribuan tahun melakukan satu hal; bergerak," demikian
ungkap James Levine, M.D., Ph.D., dari Mayo Clinic di Rochester, Minn. Namun
sayangnya dengan kehadiran tehnology, internet dan juga jam kerja yang lebih
lama membuat manusia lebih banyak duduk dari pada
beraktifitas.
Ketika Anda duduk, maka tubuh Anda mulai mematikan tingkatan
metabolismenya, demikian terang Marc Hamilton, Ph.D., professor
biomedical dari Universitas Missouri.
Ketika otot - terutama yang besar seperti otot utama untuk pergerakan
tubuh - mulai tidak bergerak, sirkulasi darah mulai melambat dan Anda hanya
membakar sedikit kalori.

Duduklah selama seharian penuh maka pembakaran lemak turun sebanyak 50
persen.

Tidak hanya itu, semakin Anda jarang bergerak, semakin sedikit gula
yang digunakan tubuh; Riset menunjukkan jika Anda menghabiskan dua jam untuk
duduk maka kemungkinan Anda terkena diabetes naik sebanyak 7 persen.
Kemungkinan Anda akan mengalami serangan jantung meningkat. Yang terpenting,
semakin lambat aliran darah Anda, semakin sedikit sirkulasi hormon yang baik
di otak Anda.

Anda mungkin menjawab,
"Saya sudah olahraga selama 30 menit setiap hari."
Tapi menurut Genevieve Healy, Ph.D., olahraga selama setengah jam itu
tidak bisa menggantikan 8-10 jam waktu Anda duduk.

Jadi apa solusinya?

Anda harus melakukan banyak hal selain olahraga. Mencucilah dengan tangan,
sering berdiri dan berjalan-jalan di tempat
kerja, naik tangga dari pada lift atau elevator.
Pastikan Anda banyak bergerak.

Secara sederhana, bayangkan diri Anda sebagai komputer.
Selama mouse terus bergerak dan keyboard terus digunakan, maka
komputer itu terus bekerja.
Namun ketika komputer itu dibiarkan diam, maka dia akan dalam keadaan "idle"
dan hibernate.
Demikian juga dengan tubuh Anda, jika Anda diam maka tubuh akan
melakukan hal yang sama.

Bergeraklah!

Kasih Ibu

Kasih Ibu

Konon pada jaman dahulu, di Jepang ada semacam kebiasaan untuk membuang
orang lanjut usia ke hutan. Mereka yang sudah lemah tak berdaya dibawa ke
tengah hutan yang lebat, dan selanjutnya tidak diketahui lagi nasibnya.

Alkisah ada seorang anak yang membawa orang tuanya (seorang wanita tua) ke
hutan untuk dibuang. Ibu ini sudah sangat tua, dan tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Si anak laki-laki ini menggendong ibu ini sampai ke tengah
hutan. Selama dalam perjalanan, si ibu mematahkan ranting-ranting kecil.
Setelah sampai di tengah hutan, si anak menurunkan ibu ini.
"Bu, kita sudah sampai",kata si anak. Ada perasaan sedih di hati si anak.
Entah kenapa dia tega melakukannya.

Si ibu , dengan tatapan penuh kasih berkata:"Nak, Ibu sangat mengasihi dan
mencintaimu. Sejak kamu kecil, Ibu memberikan semua kasih sayang dan cinta
yang ibu miliki dengan tulus. Dan sampai detik ini pun kasih sayang dan
cinta itu tidak berkurang.

Nak, Ibu tidak ingin kamu nanti pulang tersesat dan mendapat celaka di
jalan. Makanya ibu tadi mematahkan ranting-ranting pohon, agar bisa kamu
jadikan petunjuk jalan".

Demi mendengar kata-kata ibunya tadi, hancurlah hati si anak. Dia peluk
ibunya erat-erat sambil menangis. Dia membawa kembali ibunya pulang, dan
,merawatnya dengan baik sampai ibunya meninggal dunia.

Mungkin cerita diatas hanya dongeng. Tapi di jaman sekarang, tak sedikit
kita jumpai kejadian yang mirip cerita diatas. Banyak manula yang
terabaikan, entah karena anak-anaknya sibuk bisnis dll. Orang tua
terpinggirkan, dan hidup kesepian hingga ajal tiba. kadang hanya dimasukkan
panti jompo, dan ditengok jikalau ada waktu saja.

Kiranya cerita diatas bisa membuka mata hati kita, untuk bisa mencintai
orang tua dan manula. Mereka justru butuh perhatian lebih dari kita, disaat
mereka menunggu waktu dipanggil Tuhan yang maha kuasa. Ingatlah perjuangan
mereka pada waktu mereka muda, membesarkan kita dengan penuh kasih sayang,
membekali kita hingga menjadi seperti sekarang ini.. ^^

Jumat, 19 Februari 2010

Teladan seorang ayah

Teladan seorang ayah

Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan,
tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria dan
seorang ayah - Will Rogers

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di
kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya
lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil,
aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu.
Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada
gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok
di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga
yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari
menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur,
menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping
koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata
rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk
tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh
harap. "Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil.
Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil
disini takkan bisa menahanmu." Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi
koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah
putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.".

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es
krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila.
Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan
beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai di rumah, kita isi
botol itu lagi."
Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang
masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami
saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah berkat koin
satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah.
ayah jamin."
Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus
dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu
mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka.
Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan
tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat
ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu
biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku
tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol
acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada
kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada Susan, istriku, betapa pentingnya peran
botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu
melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan
sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan
koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil
dan Ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu,
satu keping pun tak pernah di ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil
memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada
rasanya sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan
keluar bagiku. "Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata
berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau."

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di
rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di
sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka. Jessica menagis lirih.
Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah. "Mungkin popoknya basah,"
kata Susan, lalu dibawanya Jessica ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti
popoknya.
Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan
Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata
apa-apa mengajakku ke kamar.
"Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku
terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar
yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin. Aku mendekati
botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan
perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat
kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah
masuk ke kamar. Kami berpandangan. Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan
yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

-----> : Sebuah cerita yang luar biasa bukan ? Inilah sebuah cerita yang
menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya memperoleh
nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam prosesnya, Ayah ini
tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya tetapi juga menunjukkan
sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran tentang impian, tekad, teladan
seorang ayah, disiplin dan pantang menyerah. Saya percaya anaknya belajar
semua itu walaupun ayahnya mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu
karena anak belajar jauh lebih banyak dari melihat tingkah laku orangtuanya
dibanding apa yang dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi
kita semua.


Kamis, 18 Februari 2010

Jujur atau bohong bisa dilihat dari matanya

Jujur atau Berbohong dilihat dari matanya.

Beberapa orang memiliki kemampuan untuk menipu orang lain dengan mudah.
Namun, saat seseorang berbohong, biasanya bisa dilihat dari fisiknya. Salah
satunya adalah dengan mengamati mata lawan bicara Anda. Mengapa demikian?

Ketika menjawab pertanyaan dan bola mata orang tersebut bergerak ke arah
kiri kemungkinan jawabannya jujur. Sedangkan bila bergerak ke arah kanan
kemungkinan orang itu sedang mengatakan sesuatu yang bohong atau berbohong.
Hal ini karena bagian otak kiri berfungsi sebagai Auditory Memory,
sedangkan otak kanan untuk kreatifitas. Maka bila bola mata ke kiri,
berarti dia berusaha mengingat sedangkan sebaliknya jika bola mata ke arah
kanan berarti dia sedang menyusun atau menggambarkan sesuatu sebagai
jawaban yang lain. Hal ini karena bagian kreatifitasnya sedang bekerja
untuk mengarang suatu cerita bohong.

Ciri fisik lainnya ketika seseorang sedang berbohong antara lain:

1. Badan berkeringat.
2. Napas mulai berat.
3. Nada suara berbeda seperti meninggi atau monoton.
4. Badan dan wajah terlihat kaku khususnya bagian dahi dan bibir.
5. Tangan banyak bergerak misalnya memegang sesuatu, saling
menggosok-gosokkan tangan, menggosok hidung, atau menutup mulut.

Si pembohong tanpa disadari akan meletakkan benda-benda seperti cangkir,
kertas, bolpen, atau benda lain sebagai pembatas.

Coba ubah topik pembicaraan, jika ekspresinya terlihat lega, berarti ia
sedang berbohong. Namun jika ia mengembalikan ke topik semula, berarti ia
sedang berkata jujur.

Jumat, 05 Februari 2010

Senyum Dua Jari

Senyum Dua Jari

Pujian dapat menghemat uang kita, mempererat
hubungan dan menciptakan kebahagiaan. Kita perlu
lebih sering menaburnya ke sekitar kita.

Orang yang paling sulit untuk kita puji adalah diri kita
sendiri. Saya dibesarkan utk percaya bahwa memuji diri
sendiri akan membuat kita menjadi besar kepala.
Bukan begitu. Yang benar adalah menjadi besar hati.
Memuji kualitas baik dari diri kita sendiri berarti
membesarkan hati dengan cara yang positif.

Saat saya masih seorang mahasiswa, guru meditasi
pertama saya memberikan sebuah nasihat untuk
dipraktekkan. Awalnya beliau menanyakan apa yang
pertama-tama saya lakukan begitu bangun pagi.

"Pergi ke kamar mandi," kata saya.
"Apa ada sebuah cermin di kamar mandimu?" tanya beliau.
"Tentu."
"Bagus," katanya. "Nah setiap pagi, bahkan sebelum
kamu menggosok gigi, saya ingin kamu menatap cermin
dan tersenyum pada dirimu sendiri."
"Pak !" Saya mulai protes. "Saya ini mahasiswa.
Kadang-kadang saya tidur sangat larut dan bangun
pagi-pagi dengan perasaan kurang enak. Pada pagi-pagi
tertentu bahkan saya ngeri melihat wajah saya sendiri,
boro-boro tersenyum."

Beliau terkekeh, menatap mata saya dan berkata,
"Jika kamu tidak bisa tersenyum secara alami, kamu dapat
memakai dua jarimu, taruh di kedua sudut mulut,
dan tekanlah ke atas. Seperti ini," Beliau menunjukkan
caranya.

Beliau jadi terlihat menggelikan. Saya terkekeh-kekeh
melihatnya. Beliau menyuruh saya untuk mencobanya,
dan saya menurutinya.

Pada pagi berikutnya, saya menarik turun diri saya dari
tempat tidur, melangkah terhuyung-huyung ke kamar
mandi. Saya menatap diri saya di cermin.
"Urrrgh!" Itu bukan pemandangan yang manis.
Sebuah senyum alami tidak bisa muncul. Jadi saya
meletakkan dua jari telunjuk di sudut mulut dan
menekannya ke atas. Lantas saya melihat seorang
mahasiswa muda bodoh menampilkan wajah tololnya
di cermin, dan saya tak tahan untuk tidak tersenyum.
Begitu muncul sebuah senyum alami,
saya melihat mahasiswa di cermin tersenyum kepada saya.
Saya pun tersenyum lebih lebar lagi, dan orang yang
di cermin pun membalas dengan senyuman yang lebih
lebar juga. Dalam beberapa detik, kami mengakhirinya
dengan tertawa bersama.

Saya terus mempraktekkan nasihat itu setiap pagi selama
2 tahun. Setiap pagi, tak peduli bagaimana perasaan saya
saat bangun, saya segera tertawa begitu melihat diri saya
di cermin, biasanya sih dengan bantuan dua jari.
Sekarang orang bilang saya banyak senyum.
Barangkali itu karena otot-otot di sekitar mulut saya
menetap dalam posisi seperti itu.

Kita dapat mencoba trik dua jari kapan saja,
terutama bermanfaat ketika kita merasa sakit, bosan atau
tertekan. Tertawa telah terbukti bisa melepaskan hormon
endorphin ke dalam aliran darah kita, yang dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh kita dan membuat
kita merasa bahagia.

Hal itu akan membantu kita melihat 998 bata bagus
di tembok kita, bukan hanya dua bata jelek. Dan tertawa
membuat kita terlihat rupawan. Itulah sebabnya kadang
saya menyebut vihara kami di Perth sebagai
"salon kecantikan Ajahn Brahm"

Disalin dari buku Membuka Pintu Hati oleh Ajahn Brahm