Jumat, 29 Januari 2010

Teladan seorang ayah

Teladan seorang ayah

Yang ayah wariskan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau kekayaan,
tetapi sesuatu yang tak terucapkan yaitu teladan sebagai seorang pria dan
seorang ayah - Will Rogers

Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di
kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya
lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil,
aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu.
Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada
gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok
di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga
yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari
menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur,
menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping
koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata
rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk
tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh
harap. "Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil.
Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil
disini takkan bisa menahanmu." Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi
koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah
putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.".

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es
krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila.
Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan
beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai di rumah, kita isi
botol itu lagi."
Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang
masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami
saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah berkat koin
satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah.
ayah jamin."
Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus
dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu
mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka.
Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan
tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat
ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu
biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku
tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol
acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada
kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada Susan, istriku, betapa pentingnya peran
botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu
melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan
sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan
koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil
dan Ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu,
satu keping pun tak pernah di ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil
memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada
rasanya sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan
keluar bagiku. "Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata
berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau."

Liburan Natal pertama setelah lahirnya putri kami Jessica, kami habiskan di
rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di
sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka. Jessica menagis lirih.
Kemudian susan mengambilnya dari pelukan Ayah. "Mungkin popoknya basah,"
kata Susan, lalu dibawanya Jessica ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti
popoknya.
Susan kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan
Jessica ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata
apa-apa mengajakku ke kamar.
"Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku
terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar
yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin. Aku mendekati
botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan
perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat
kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah
masuk ke kamar. Kami berpandangan. Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan
yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.

-----> : Sebuah cerita yang luar biasa bukan ? Inilah sebuah cerita yang
menunjukkan besarnya cinta seorang ayah ke anaknya agar anaknya memperoleh
nasib yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi dalam prosesnya, Ayah ini
tidak saja menunjukkan cintanya pada anaknya tetapi juga menunjukkan
sesuatu yang sangat berharga yaitu pelajaran tentang impian, tekad, teladan
seorang ayah, disiplin dan pantang menyerah. Saya percaya anaknya belajar
semua itu walaupun ayahnya mungkin tidak pernah menjelaskan semua itu
karena anak belajar jauh lebih banyak dari melihat tingkah laku orangtuanya
dibanding apa yang dikatakan orangtuanya. Semoga cerita ini menginspirasi
kita semua.

Kamis, 28 Januari 2010

KAIN KUNING TANDA PENGAMPUNAN

KAIN KUNING TANDA PENGAMPUNAN

Ada seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak ,, Georgia,
Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik kepadanya,
sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang
suami dan ayah yang baik buat istri dan anaknya perempuan. Dia sering
pulang
malam-malam dalam keadaan mabuk, bila keadaan mabuk, ia lalu berbuat kasar
dan sering kali ia memukuli anak dan isterinya. Satu malam dia memutuskan
untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan
isterinya hinga terkuras habis selama bertahun istrinya menabung. Ia lalu
naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang dia anggap yang
baik. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru.Untuk beberapa
saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling,drug. Dia menikmati semuanya
itu.
Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kehabisan uang.
Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan
menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia
tertangkap. Polisi lalu menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan
menghukum dia tiga tahun penjara. Hari demi hari ia alami di penjara
membuat
ia berpikir dan menyesali. Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai sadar
dan merindukan keluarganya yang ada di rumahnya. Dia sangat merindukan
keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya,
untuk menceritakan betapa menyesalnya dia, yang telah dilakukan selama ini.
Jika masih diberi kesempatan ia akan menyayangi istri dan anaknya, bahwa ia
juga masih mencintai isteri dan anaknya. Dan ia berharap dia masih boleh
kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat,
oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau
tidak
perlu menunggu aku.Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau
nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita
kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota.
Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa.
Aku akan tahu dan mengerti dengan apa yg telah aku perbuat selama ini dan
aku tidak akan turun dari bis. Aku akan terus menuju Miami. Dan aku
berjanji
aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak kita seumur hidupku."
ia menulis surat itu dengan tidak henti2 air matanya mengalir.

Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia
tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca
suratnya, apakah dia mau mengampuninya? Dia naik bis menuju Miami, Florida,
yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Di
sampingnya ada yang memperhatikan tingkahnya. "Kamu kenapa? keliahatannya
kamu begitu tegang", kata seorang pria yang duduk di sampingnya. Spontan ia
menoleh, dan matanya pun mulai berkaca-kaca. Ia lalu menceritakan kisahnya
sejak ia menikah dan saat ia juga memperlakukan istri dan anaknya.
Seisi bis mendengar ceritanya, dan kebanyakan terharu dengan rasa
penyelannya. Beberapa penumpang bus meminta kepada sopir bus untuk berjalan
perlahan-lahan. "Tolong, pas lewat White Oak,jalan pelan-pelan. ..kita
mesti
lihat apa yang akan terjadi…" Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati
pusat kota White Oak, dan para penumpang pun tidak berkedip untuk
menyaksikan hal itu. Hingga akhirnya ia tidak berani mengangkat kepalanya,
ia menutupi mukanya dengan kedua tanganya karena ia begitu terasa tegang.
Keringat dingin mengucur deras,bajunya pun sampai basah. "Lihat....disana
ada kain besar yang menutupi setiap pohon." seru seorang penumpang.
Seketika
pria itu langsung melihat yang di tunjukan oleh seorang penumpangt. Air
matanya tiba2 menetes di matanya… ternyata ia tidak melihat sehelai pita
kuning… tidak ada sehelai….. . Melainkan ada kain-kain kuning yang menutupi
semua pohon …. Ooh… seluruh pohon telah dibalut oleh kain kuning. Ketika
turun di halte, ternyata seluruh keluarga besar istrinya telah menunggu di
pohon beringin itu dengan anaknya juga. Melihat ia di smbut dengan istri
dan
anaknya serta keluarga besar istrinya, hatinya makin tak kuasa tuk menahan
haru. Ia lalu berjalan menghampiri mereka. Anaknya pun berlari sambil
memanggil papa dan ia pun memeluk ayahnya. Istrinya menyusul dan tuk
menjemput suaminya. Ia bisa lega hatinya karena istrinya bukan hanya
mengampuni tetapi juga mau memberikan kasihnya untuk dia.

Disadur dari film "Tie Yellow Ribbon"

Senin, 25 Januari 2010

Sri, Kesalahan atau Kejahatan

Sri, Kesalahan atau Kejahatan
Rhenald Kasali

Sebagai rakyat biasa, belakangan ini saya sering sakit kepala menyaksikan siaran tentang "pengadilan". Apalagi "pengadilan" yang mengusik nurani. "Pengadilan" itu mencari "kesalahan" dan setiap menemukan kesalahan, mereka minta dicatat dan ditindaklanjuti. Yang "bersalah" agar dihukum.
Vonis hukuman pun memiliki beragam motif. Tidak melulu untuk menimbulkan efek jera atau memberi rasa keadilan. Ada vonis yang bertujuan sekadar menjalankan tugas, menyenangkan atasan, menjalankan aspek-aspek legalistik-formal, balas dendam, dan mempermalukan orang.
Kalau penjara semakin penuh, dan penjahat negara makin banyak ditangkap dan tak pernah berhenti, jangan-jangan kita telah lebih banyak menangkap orang yang "bersalah" ketimbang yang jahat. Kita semua tentu menginginkan, dengan demokrasi, Indonesia bisa berubah menjadi bangsa yang besar. Namun, untuk menjadi bangsa yang besar, para elite dan pemimpinnya harus bisa membedakan antara kesalahan dan kejahatan.

Perubahan dan kesalahan
Setiap kali menghadapi perubahan, seorang pemimpin selalu menghadapi suasana yang dilematis. Mengambil langkah A dan B, menolong atau membiarkan mati, mengambil langkah berani yang berisiko atau mendiamkan saja.
Lord Erlington mengatakan, pemimpin yang tak melakukan kesalahan adalah pemimpin yang tak melakukan apa-apa. Karena itu, di era perubahan ini banyak ditemui pemimpin dan birokrat yang tak melakukan apa-apa. Serapan dana APBN rendah, proyek yang dikerjakan yang gampang- gampang saja dan rutin. Tak ada yang baru, apalagi terobosan (breakthrough). Hasilnya menjadi bagus: posisi aman, jabatan terus diperpanjang atasan.
Sebaliknya, mereka yang melakukan breakthrough menghadapi risiko tinggi sebab perubahan sering kali harus dimulai dengan penghancuran belenggu-belenggu dan kekuasaan-kekuasaan lama. Risiko mengalami benturan, perlawanan dan kemungkinan "salah" atau dipersalahkan sangat besar.
Mereka justru dipecat, diganti, atau diadili. Menghadapi krisis atau perubahan kalau tidak direspons bisa mati, tetapi kalau dihadapi dan keputusan yang diambil salah, mati juga. Karena itu, pemimpin yang menghadapi perubahan dan mau mengatasinya berpotensi melakukan kesalahan. Namun, apakah kesalahan otomatis sebuah kejahatan?
Herbert Simon, ahli ekonomi-politik, penerima hadiah Nobel Ekonomi 1978, menandaskan, "Percuma 'mengadili' keputusan yang sudah diambil. Apalagi bila digunakan 'rasionalitas', karena dalam setiap pengadilan keputusan strategis setiap pemimpin selalu ditengarai oleh suasana keterbatasan."
Keterbatasan itulah yang mungkin dihadapi oleh mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla, mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono, atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Keterbatasan atau ketidaklengkapan informasi, terbatasnya waktu, banyak celah hukum, kecerdikan penjahat yang memanfaatkan situasi, lemahnya sistem komunikasi, kesibukan para atasan, dan tentu saja keterbatasan otak manusia.
Dengan demikian, percuma mencari-cari kesalahan pengambilan keputusan yang diambil Sri Mulyani. Percuma mempersoalkan efek sistemik atau tidak, atau kebijakan-kebijakan yang diambil, sementara penjahat yang melakukan kejahatan dibiarkan menari-nari dan menikmati keuntungan. Dalam teori bounded-rationality, Herbert Simon menegaskan, secara psikologi, manusia pengambil keputusan hanyalah partly rational.

Bersyukurlah
Selain harus mampu membedakan antara kesalahan dengan kejahatan, bangsa Indonesia juga harus belajar melihat jauh ke depan. Seligman, Bapak Psikologi Positif, mengatakan, "Sumber kebahagiaan suatu bangsa sangat erat hubungannya dengan rasa syukur dan motivasi membalas."
Kita patut bersyukur kesalahan yang diambil Sri tidak merembet ke mana-mana. Ini dapat berarti dari 100 keputusan yang diambilnya, 99 persen di antaranya berujung pada hasil yang baik. Rasa syukur ini bukanlah sebuah pembenaran terhadap sebuah kesalahan, tetapi merupakan alat untuk bertindak dan berani menghadapi perubahan.
Rasa syukur adalah modal penting untuk mendorong optimisme. Seperti kata Seligman, "Manusia selalu memiliki dua jenis harapan, yaitu harapan bagus dan harapan buruk." Saya khawatir kalau para elite terus memperbesar "harapan-harapan buruk", segala optimisme yang melahirkan "harapan-harapan bagus" habis ditelan "harapan-harapan buruk".
Sebagai bangsa yang belum benar-benar kaya, kita hendaklah jangan gegabah membuang baju hanya gara-gara sehelai benangnya lepas sehingga seakan-akan seluruh jalinannya terburai.
Kita juga harus mulai menghentikan efek dendam keris Empu Gandring dan bukan memelihara dendam. Kalau semua pemimpin yang salah mengambil keputusan diidentikkan dengan penjahat, maka tersenyumlah semua penjahat.


Rhenald Kasali Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia

Kamis, 21 Januari 2010

Kekerasan Struktural

Kekerasan Struktural

oleh JE Sahetapy (ketua Komisi Hukum Nasional)

Geen geweld is fnuikender dan het gerechtvaardig geweld. –
- Herman Bianchi -

Dari semua teori kekerasan, teori' "kekerasan struktural" dari Johann Galtung, seorang kriminolog dari Norwegia dan seorang polemolog, adalah teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan dan penganalisaan lebih lanjut, saya sampai pada kesimpulan bahwa teori kekerasan struktural pada hakekatnya adalah teori kekerasan "sobural". Dengan "sobural" saya maksudkan suatu akronim dari (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor) struktural (masyarakat).

Dengan "kekerasan struktural" dimaksudkan kekerasan tidak langsung, yang bukan berasal dari orang tertentu, tetapi yang telah terbentuk dalam suatu sistem sosial tertentu. Jadi bila anda berkuasa atau memiliki harta kekayaan berlimpah, maka akan selalu ada kecenderungan untuk melakukan kekerasan, kecuali kalau ada hambatan yang jelas dan tegas. 

Teori "kekerasan struktural" jika diimplementasikan secara empirik realistik, telah diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan Bersenjata dan organisasi politik yang berkuasa berbaju kultur Jawa. Secara singkat, Soeharto bisa dibanding dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi (bersenjata) yang berbeda. (Baca buku Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes, Hasta Mitra, Jakarta, 2002).

Untuk contoh-contoh kekerasan struktural saya akan kutip dari tulisan Asvi Warman Adam dari Kompas 04 Desember 2000:

"…Dalam periode itu (1945-1999) terjadi beberapa peristiwa pelanggaran HAM berat Dalam sejarah Indonesia seperti : (a) ekses Demokrasi Terpimpin (antara lain penahanan tokoh Masyumi/PSI tanpa diadili); (b) pembantaian 1965/1966; (c) penahanan politik di kamp Pulau Buru (1969-1979); (d) kasus Timor Timur; (e) kasus Aceh; (f) kasus Irian Jaya; (g) Petrus (Penembakan Misterius); (h) kasus Tanjung Priok 1984; (1) 27 Juli 1996; (j) seputar kerusuhan Mei 1998. Dari sepuluh kategori itu, hanya satu kasus pada era Orde Lama. Sembilan kasus terjadi pada era Orde Baru..."

Di samping itu konflik di Ambon dan Lease (Maluku Tengah), di Halmahera (Maluku Utara), di Poso (Sulawesi Tengah), di Kalimantan Barat dan Tengah, serta pembakaran Gereja-Gereja di Situbondo (Jawa Timur) dan di berbagai daerah di Jawa, di Lampung, di Lombok, di Aceh, dan yang terakhir tindakan teroris di Denpasar (Bali), adalah peristiwa-peristiwa yang tampaknya seperti tidak berkaitan, tetapi sesungguhnya berasal dari sumber kekerasan struktural.

Bayangkan, selama lebih kurang dua tahun, ada 2 Panglima tertinggi di Indonesia yaitu Panglima TNI dan Panglima Laskar Jihad. Sangat sulit mengatasi Laskar Jihad ini. Tetapi begitu bom teroris secara biadab meletus di Denpasar dengan korban yang begitu banyak, tiba-tiba Laskar Jihad membubarkan diri. Reaksi Panglima TNI sudah sangat terlambat bertalian dengan masalah Panglima para-militer ini. Orang bertanya mengapa begitu terlambat : mengapa dan mengapa!

Pada dasarnya hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki dan mempraktekkan "kekerasan struktural" melalui subkultur (kekerasan) masing-masing. Jadi manusia dengan pemilikan kekuasaan tak terbatas dan tak seimbang akan selalu cenderung melakukan kekerasan struktural. Dalam konteks yang demikian, melihat nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural masyarakat tertentu, teori kekerasan struktural adalah setali tiga uang dengan teori kekerasan "sobural". (Baca tulisan-tulisan J.E. Sahetapy bertalian dengan masalah "sobural" ini). Dengan melakukan stigmatisasi dan kekuasaan yang tanpa check and balances, maka kekerasan struktural akan berkembang tanpa hambatan melanggar HAM, kecuali bila dihambat oleh rule of law, demokratisasi dalam suatu civil society. Di waktu yang lalu, selain tidak ada demokrasi kecuali demo-crazy, rule by law and rule above the law, stigmatisasi PKI, maka merajalela Soeharto sebagai Ken Arok dan para Kebo-Ijo dibantai sekehendak hati.

Kekerasan struktural sesungguhnya bukan barang kemasan baru dari abad ke 21 dan bukan pula solusi baru melalui kekerasan struktural terhadap kekerasan. Yargon awam tentang kekerasan bahwa kekerasan identik dengan (perbuatan) fisik, sesungguhnya tidak selalu harus berarti demikian. 

Perbuatan kekerasan apalagi yang struktural tidak harus selalu dengan menggunakan secara fisik. Ia bisa berupa sesuatu yang non-fisik, yang psikologis berupa stigmatisasi, yang kultural, yang sosial, yang ekonomis dengan diskriminasi ethnis, yang struktural, bahkan dari yang berwajib / berkuasa secara psikis, sampai pada yang bersifat naratif seperti berita-berita pers mengenai Sadam dan Kadafi. (Untuk yang naratif lihat Turpin dan Kurtz, 1997 : 91). 

Bahkan, secara logika mungkin sulit diterima kalau dikatakan bahwa bentuk penipuan yang jelas secara kasat mata bukan kekerasan, pada asasnya menurut yargon awam, ujung-ujungnya adalah "kekerasan". Atau dari optik viktimologi, implikasi atau konsekuensi akhir adalah dapat berwujud pada kristalisasi (penggunaan) kekerasan yang dibanding dengan di zaman Hindia Belanda, kekerasan struktural selama merdeka jauh lebih besar.

Kekerasan struktural sudah dikenal sejak permulaan peradaban atau sejak permulaan penciptaan. Dan sebelum agama-agama besar mendapatkan wahyu demi eksistensinya, kekerasan bersumber pada agama dengan berdalih secara "falasi", demi dan melalui serta oleh agama-agama itu sendiri, kekerasan struktural sudah dikenal dan menggunakan kekerasan atas nama agama itu sendiri. Padahal Tuhan Allah yang memiliki sifat dan hakekat serta berwujud segala "maha" serta rahmani dan rahimi, belum tentu mengizinkan atau membenarkan kekerasan untuk sang chalik serta untuk dan atas nama agama. Kini dengan berdalih kerusakan moral, orang ingin memperbaiki moral melalui berdandan dengan mewajibkan anak-anak sekolah berbusana tertentu. Suatu kekerasan struktural yang sangat "naif' dan terselubung dengan maksud-maksud yang tidak etis.

Sepanjang yang dapat ditelusuri, bentuk kekerasan struktural yang boleh dapat dikatakan untuk pertama kali, adalah kekerasan fisik oleh Kain terhadap Habel. Mengherankan betapa Kain tega membunuh Habel dalam konteks persembahan agama. Di sini tidak akan diulas motivasi kekerasan Kain terhadap Habel, adiknya sendiri. Perhatikan pernyataan (kekerasan) dari Kain terhadap Sang Pencipta sebagai Alfa dan Omega : "Apakah aku penjaga adikku" (Kejadian 4 : 9).

Menurut Turpin dan Kurtz (1997 : 2) : "Understanding human violence is one of the central tasks of our time, yet we still know very little about it" oleh karena "... we have neglected the search for fundamental causes..." Tetapi sesungguhnya, dengan mengingat apa yang telah disinggung di atas, kalau anatomi kekerasan boleh dibelah dan dianalisis, tidak selamanya bentuk atau wujud kekerasan selalu harus selalu secara fisik. Secara teoritik akademik dikenal berbagai bentuk kekerasan, antara lain : symbolic violence (Elias, 1993), workplace violence (Solomon and King, 1993), structural violence, bureaucratised violence (Turpin dan Kurtz, 1997), anarchic violence (Hobbes, 1928), juvenile violence, religious violence, cultural violence. James Gilligan (tahun tidak jelas) dengan mengutip dari James Q. Wilson menulis bahwa "... there is no such thing as `underlying causes' of crime; that we should abandon the attempt to discover and ameliorate or eradicate those so called causes, and simply continue with our customary approach to crime, namely imprisonment and punishment."

Jhering pernah menulis bahwa "law without force is an empty name". Jadi aplikasi hukum lazimnya dengan menggunakan kekerasan. Tetapi kekerasan yang bagaimana? Orang lalu sampai pada suatu kesimpulan : apakah mungkin "penanggulangan kekerasan -- yang lazimnya dikualifikasi sebagai kejahatan, apakah mungkin dilakukan tanpa kekerasan". Herman Bianchi (1980) menulis "Maar naar de theorie van het struktureel geweld vervult hij een aggresieve en gewelddadige rol". Dengan perkataan lain, melalui teori kekerasan struktural digunakan peranan agresif dan kekerasan.

Robert Elias memang benar. Setelah membahas panjang lebar tentang "A culture of Violent Solutions" yang menyangkut berbagai perspektif dan membuat masyarakat pada akhirnya menggunakan violence is the solution of choice mengakhiri tulisannya dengan menulis : "We are a culture of violent solutions, but violence will not solve our problems and is itself a problem and the root of most of our other social ills (1997 : 143).

Lalu bagaimana dengan masyarakat kita di Indonesia? Asvi Warman Adam dalam Kompas 4 Desember 2000, menulis demikian : "Menurut CR Boxer (The Achienes Attack on Malacca in 1629), Sultan yang sedang menggendong cucunya yang masih bayi, pernah mengempaskan kepala sang cucu ke dinding hingga meninggal karena sang bayi tetap menangis ketika disuruh diam. Katanya, "semasih bayi saja kamu sudah berani menentangku, sebab itu kamu tidak berhak hidup lebih lama." Pernyataan itu tentu perlu dikonfirmasi dengan sumber lain. Namun, paling tidak ada beberapa informasi yang menggambarkan citra sang Sultan tidak sebagus yang dilukiskan dalam buku pelajaran sejarah nasional di sekolah. Dan sang Sultan, ternyata tidak diminta "mundur" oleh rakyatnya." 

Masyarakat kita yang begitu pluralistik dalam hampir seluruh way of life-nya, dengan kadar penggunaan kekerasan struktural secara berbeda, yang pada dasarnya berakar juga dalam kekerasan (kultural) meskipun sudah disiram dengan ajaran agama yang pada dasarnya tidak ingin menggunakan kekerasan, sayangnya, membenarkan penggunaan kekerasan juga atas nama agama itu sendiri. 

Yang mengherankan juga, Indonesia sebagai suatu bangsa yang dijuluki ramah dan halus budi pekerti (dalam bahasa Belanda : het zachtste volk op aarde) dengan beberapa perkecualian, ternyata kini telah terperangkap dalam menawarkan upaya dengan menggunakan kekerasan dan kadang-kadang dengan mendalihkan ajaran agamanya, entah itu benar atau tidak, entah itu rasionalistik atau emosional. Bandingkan betapa naif untuk mengubah moral orang disuruh berdandan dan berbusana tertentu, meskipun itu ada haknya untuk memakai apa saja.

Lalu mengapa semua itu bisa terjadi? Mengapa bangsa yang katanya berbudi luhur, ramah dan entah kualifikasi apa yang hendak diberikan kepada bangsa ini menjadi semacam homo homini lupus dalam hampir seluruh bidang kehidupan, termasuk dalam bidang spiritual, dari strata atas sampai pada yang di bawah. Tentu akan ada banyak jawaban yang dapat diberikan, bergantung dari sudut pandang dan pangkal tolak analisis. 

Tetapi satu hal yang mungkin dapat dipakai untuk pokok bahan renungan kita semua tanpa kecuali : Indonesia kini tidak memiliki seorang pemimpin yang dapat diandalkan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan dalam realitas penghidupan sosio-spiritual. Lalu dengan meminjam ungkapan bahasa Belanda yang ditulis secara indah bagi mereka yang prihatin dengan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini : Het volk is radeloos. De regering is radeloos. Het land is reddeloos. Artinya secara bebas: Rakyat sudah tidak dapat berbicara lagi. Pemerintah sudah bingung. Negara ini (seolah-olah) tidak dapat tertolong (lagi). Semoga ini tidak akan terjadi, tetapi apakah masih ada pemimpin (kita) yang bermoral ? Apakah jawabmu?


Rabu, 20 Januari 2010

CELENG PEMURUNG

CELENG PEMURUNG

Ada seekor CELENG Pemurung..
Ia mempunyai tetangga seekor KERA yang mempunyai
sifat sebaliknya..
KERA itu Periang, memiliki banyak Sahabat & Pintar
memberi Nasehat..

Suatu hari CELENG bertamu ke rumah KERA..
Kata CELENG :
'KERA, aku dengar engkau Binatang paling Bijaksana
di Rimba Belantara.. Benarkah itu?'
Sahut KERA :
'Kata Warga Rimba, memang demikian'

'Kalau begitu, boleh aku meminta nasehat kepadamu?'
Kata CELENG lebih lanjut...
'Oh, Silahkan' Jawab KERA..

'Begini KERA.. Aku tidak pernah merasa Bahagia dalam
Hidup ini.. Apa gerangan penyebabnya?'

KERA berpikir sejenak, kemudian menjawab :
'Oh CELENG, Pergilah mencari Pohon ZONGA..
Buahnya berwarna Ungu.. Petiklah buahnya,
lalu makanlah.. Dengan memakan Buah ZONGA saja kau
akan Bahagia seumur Hidup..'

'Buah ZONGA? Aku baru dengar sekarang..
Di mana terdapat Buah itu?'
Keesokan harinya, CELENG Berkelana untuk mencari
Buah Kebahagiaan itu..

Setahun kemudian ia tiba di Rimba tempat ia Lahir..
KERA menyambut kedatangan CELENG yang kini
wajahnya Segar & Ceria..
KERA bertanya :
'Sudahkah kamu menemukan Buah ZONGA?'
CELENG menjawab :
'Belum KERA.. Tetapi aku sangsi apa benar ada
Buah ZONGA itu? Seluruh Pelosok Dunia sudah kujelajahi,
Tidak seorangpun tahu tentang Buah Ajaib itu'

Sambil menyungging senyum, KERA menjawab :
'Benar dugaanmu itu, CELENG.. Buah ZONGA
hanya karanganku belaka.. Tentu saja kau tidak
bisa menemukannya.. Tetapi, bagaimana kau
memperoleh KEBAHAGIAAN itu?'

CELENG menjawab :
'Aku menikmati perjalanan itu.. Di mana2 aku
menjalin Persahabatan.. Setiap hari ada hal2 baru
yang kulihat.. Nah, ternyata dengan banyak
Bersahabat & Melihat luasnya Dunia,
Hatiku menjadi BAHAGIA'

KERA mengangguk2 mengiyakan..

Apa itu KEBAHAGIAAN?
Bagaimana bisa menemukan KEBAHAGIAAN?
BAHAGIA harus dimulai dari diri kita sendiri..
BAHAGIA bukan tergantung dari orang lain..
BAHAGIA bukan didapat dengan Menuntut orang lain...

Sebarkanlah TAWA, kau akan CERIA..
Sebarkanlah CINTA, kau akan BAHAGIA..
Dengan Memberi, kau akan Menerima..
Segala Duka Nestapa kan berganti Canda Ceria,
penuh Gelak Tawa..

THANKS GOD
For my Family..
For my Friends to Share..

I Love you full..
GBU all
Blasius Lasmunandi Pr.

Senin, 18 Januari 2010

BESARNYA PENGHARGAAN

BESARNYA PENGHARGAAN

Seorang penjual daging mengamati suasana sekitar tokonya.
Ia sangat terkejut melihat seekor anjing datang ke samping tokonya.
Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu kembali lagi.
Maka, ia menghampiri anjing itu dan melihat ada suatu catatan di mulut
anjing itu.

Ia mengambil catatan itu dan membacanya,
"Tolong sediakan 12 sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di mulut anjing
ini."
Si penjual daging melihat ke mulut anjing itu dan ternyata ada uang sebesar
10 dollar di sana .
Segera ia mengambil uang itu, kemudian ia memasukkan sosis dan kaki domba
ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu. Si
penjual daging sangat terkesan.

Kebetulan saat itu adalah waktu tutup tokonya, ia menutup tokonya dan
berjalan mengikuti si anjing.
Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan dan sampai ke tempat penyeberangan
jalan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat dan menekan
tombol penyeberangan, kemudian menunggu dengan sabar dengan kantung plastik
di mulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau.
Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging
mengikutinya.
Anjing tsb kemudian sampai ke perhentian bus, dan mulai melihat "Papan
informasi jam perjalanan ".
Si penjual daging terkagum-kagum melihatnya.
Si anjing melihat "Papan informasi jam perjalanan " dan kemudian duduk di
salah satu bangku yang disediakan.
Sebuah bus datang, si anjing menghampirinya dan melihat nomor bus dan
kemudian kembali ke tempat duduknya.
Bus lain datang.
Sekali lagi si anjing menghampiri dan melihat nomor busnya.
Setelah melihat bahwa bus tersebut adalah bus yang benar, si anjing naik.

Si penjual daging, dengan kekagumannya mengikuti anjing itu dan naik ke bus
tersebut.

Bus berjalan meninggalkan kota , menuju ke pinggiran kota .
Si anjing melihat pemandangan sekitar.
Akhirnya ia bangun dan bergerak ke depan bus, ia berdiri dengan 2 kakinya
dan menekan tombol agar bus berhenti.
Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.
Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan sambil dikuti si penjual daging.

Si anjing berhenti pada suatu rumah,
ia berjalan menyusuri jalan kecil dan meletakkan kantung plastik pada salah
satu anak tangga.
Kemudian, ia mundur, berlari dan membenturkan dirinya ke pintu.
Ia mundur, dan kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah tsb.

Tidak ada jawaban dari dalam rumah, jadi si anjing kembali melalui jalan
kecil,
melompati tembok kecil dan berjalan sepanjang batas kebun tersebut.
Ia menghampiri jendela dan membenturkan kepalanya beberapa kali,
berjalan mundur, melompat balik dan menunggu di pintu.

Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu dan mulai
menyiksa anjing tersebut, menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.

Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria tersebut,
"Apa yang kau lakukan ..? Anjing ini adalah anjing yg jenius. Ia bisa masuk
televisi untuk kejeniusannya. "

Pria itu menjawab, "Kau katakan anjing ini pintar ...?
Dalam minggu ini sudah dua kali anjing bodoh ini lupa membawa kuncinya .!"

Mungkin hal serupa pernah terjadi dalam kehidupan Anda.

Sesuatu yang bagi Anda kurang memuaskan, mungkin adalah sesuatu yang sangat
luar biasa bagi orang lain.
Yang membedakan hanyalah seberapa besar penghargaan kita.

Pemilik anjing tidak menghargai kemampuan si anjing dan hanya terfokus pada
kesalahannya semata, sehingga menganggapnya anjing yang bodoh.
Sebaliknya, sang pemilik toko menganggap anjing tersebut luar biasa
pintarnya karena mampu berbelanja sendirian.

Mungkin kita tidak pernah menyadari bahwa setiap harinya kita menghadapi
pilihan yang sama.
Kita punya dua pilihan dalam menghadapi hidup ini, apakah hendak mengeluh
atas berbagai hal yang kurang memuaskan / menyalahkan orang lain atas
kekurangannya, atau bersyukur atas berbagai karunia yang telah kita terima.

Tuhan telah mengkaruniai Anda dengan 86.400 detik per hari.
Sudah adakah yang Anda gunakan untuk mengucap syukur?

Jumat, 15 Januari 2010

Saat Nurani Publik Terlukai

Saat Nurani Publik Terlukai

Sabtu, 7 November 2009 | 05.33 WIB

Oleh Gede Prama

Pada tahun 1920-an, peneliti Belanda datang ke Bali dan menemukan, dalam
kamus hidup orang Bali saat itu, tidak dikenal istilah kesenian sebagai
pertunjukan komersial.

Semua gerak kehidupan (bertani, mengukir, menari) dilakukan sebagai
rangkaian persembahan. Maka, salah satu arti Bali adalah persembahan.

Tidak ada yang sempurna di bawah langit kendati Bali pernah digoda bom
teroris. Amat terasa penderitaan setelah itu. Namun, Bali tidak saja
bangkit, bahkan kemudian dinobatkan sebagai pulau tujuan wisata terbaik
dunia oleh media global.

Bila boleh jujur, ada roh yang bersemayam di balik karisma Bali yang kerap
disebut surga terakhir oleh masyarakat internasional. Roh itu tumbuh ribuan
tahun sebagai percampuran agama dan seni. Perpaduan keduanya lalu
dipersembahkan sebagai rangkaian pelayanan.

Bali menjadi sumber inspirasi Indonesia yang masih menyimpan banyak lubang
pelayanan, terlebih saat nurani publik terlukai skandal korupsi. Bila Bali
bisa berkarisma dengan pelayanan sebagai penggabungan agama dengan seni,
mengapa Indonesia tidak bisa? Dalam agama dan seni, Indonesia kaya nilai
yang menjunjung tinggi pelayanan.

Pelayanan

Dulu, hanya pedagang yang tekun mencari keberuntungan. Kini, ia merambah ke
mana-mana. Rumah, tempat kerja, taman, semua ditata sehingga keberuntungan
datang dari segala penjuru. Dan ukuran keberuntungan, apalagi kalau bukan
kekayaan. Ini layak dihormati. Masyarakat Barat sudah berjalan jauh di
depan dalam hal kekayaan.

Namun, kemajuan ala Barat ini memakan biaya mahal. Baru di zaman ini
terjadi banyak rumah sakit jiwa penuh, sebagian pasien yang belum
sepenuhnya sembuh terpaksa dipulangkan karena ada pasien baru yang lebih
parah dan lebih membutuhkan. Lembaga pemasyarakatan kehabisan ruang untuk
menampung narapidana, sebagian remisi terpaksa diberikan karena ruang yang
ada sudah tidak manusiawi. Angka perceraian naik tajam. Keadaban manusia
tidak mampu mengerem perang dan terorisme. Seorang guru dari Timur pernah
menginap di salah satu rumah orang superkaya di Amerika Serikat. Rumahnya
supermewah, tetapi yang mengejutkan, di kamar mandi tersedia banyak pil
tidur.

Contoh termutakhir di negeri ini adalah dibukanya rekaman percakapan
sejumlah pihak yang mau membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Terlihat,
bagaimana nafsu berlebihan akan kekayaan bahkan bisa menghancurkan seluruh
tatanan hukum sebuah negara. Dalam totalitas, tidak ada yang melarang
mengejar kekayaan. Namun, karena demikian besarnya ongkos nafsu berlebihan
akan kekayaan, mungkin layak merenung ulang pengertian keberuntungan.

Tetua di Timur telah lama mengenal kearifan tentang kucing yang mengejar
ekornya. Semakin dikejar semakin lari. Saat tidak dikejar, ia berhenti.
Dalam bahasa Franz Kafka: makna kehidupan baru terbuka ketika manusia
belajar berhenti.

Anehnya, saat berhenti bukan kehilangan makna, malah menemukan. Ini yang
bisa menjelaskan mengapa ada guru meditasi menyarankan, kehidupan serupa
air di gelas. Setenang apa pun tangannya, bila air di gelas dicoba
ditenangkan dengan cara memegangnya, ia tetap bergerak, maka letakkan saja.

Saran meletakkan tentu bukan berarti semua harus meninggalkan kota untuk
pergi ke hutan, atau semua orang duniawi harus meninggalkan keseharian
untuk bermeditasi. Sekali lagi bukan. Meletakkan keinginan berlebihan,
bahwa hidup harus sesuai tuntutan ideal, untuk kemudian mendalami ternyata
keberuntungan, tidak saja ada dalam tujuan-tujuan ideal, tetapi juga dalam
tiap langkah pelayanan. Pertumbuhan tidak saja memerlukan kehebatan hasil,
juga merindukan kelembutan proses.

Siapa pun yang diberi berkah spiritual untuk bisa melihat Nusantara,
lebih-lebih di putaran waktu saat negeri ini akan runtuh oleh skandal
korupsi, akan menitikkan air mata saat mengetahui bahwa Mohammad Hatta,
salah satu proklamator, ternyata mengisi hidupnya di jalan pelayanan. Di
sebuah Jumat, istrinya mengatakan kalau tabungan baru cukup untuk membeli
mesin jahit. Dan karena kesibukan, akan ke toko hari Senin. Pak Hatta tahu
kalau Senin berikutnya tabungan itu tidak akan cukup karena beliau sendiri
yang akan mengumumkan kebijakan pemotongan uang pada hari Senin. Namun,
karena meletakkan kepentingan publik di kepala, kepentingan pribadi di
kaki, Pak Hatta diam seribu bahasa. Serupa dengan Mahatma Gandhi dan Bunda
Theresa, mereka mengisi hidup dengan pelayanan, semakin lama bukannya
semakin redup, malah semakin bercahaya.

Becermin dari sini, seorang guru menulis, dalam kehidupan para bijaksana,
sukacita datang dari ketulusan untuk terus memberi. Persis seperti burung
putih di salju. Menyediakan tangan bantuan tetapi tidak kelihatan.

Dalam perspektif ini, bisa dimengerti bila salah seorang penekun meditasi
di Barat setelah mengalami pencerahan kemudian bukannya mengenakan baju
suci, tetapi menjadi sopir taksi. Inilah keberuntungan sejati: tercerahkan,
melakukan tugas pelayanan dan tidak kelihatan.

Mungkin itu sebabnya di negara maju pekerja birokrasi tidak disebut pegawai
negeri, tetapi pelayan publik. Melayani, itu dan hanya itu alasan birokrasi
dan profesi dibentuk. Melayani, itu dan hanya itu tugas manusia yang
tercerahkan. Dan tugas pelayanan menjadi menggetarkan bila ada yang bisa
membaca pesan suci di balik kisah burung putih di salju.

Andaikan banyak pemimpin, pendidik, penyembuh, praktisi hukum negeri ini
yang tergetar hatinya dengan kisah burung putih di salju, terterangi
batinnya oleh roh pelayanan Pulau Bali, tidak terhitung banyaknya
kemiskinan yang bisa diusir dari Nusantara. Tidak terhitung banyaknya bunuh
diri, depresi, kriminalitas, perceraian, dan penyakit sosial lain yang bisa
dihindarkan. Sekaligus berhenti menyebarkan virus negatif yang membuat alam
terus menggoda dengan bencana.

Dan yang paling penting, hanya dengan melayani kejujuran, maka luka publik
mungkin terobati.

Gede Prama Penulis Buku Kesedihan, Kebahagiaan, Keheningan: Mengolah
Bencana Menjadi Vitaminnya Jiwa

Kamis, 14 Januari 2010

KISAH DUA KUDA

KISAH DUA KUDA

Ada sebuah padang, dengan dua ekor kuda di dalamnya. Dari kejauhan, dua
kuda itu seperti kuda pada lazimnya. Tetapi jika Anda menghentikan mobil
dan berjalan mendekat, Anda akan menemukan satu hal yang mengagumkan. Saat
memperhatikan mata salah satu kuda, akan terlihat bahwa kuda itu buta.
Pemiliknya telah memutuskan untuk tidak membuangnya, tetapi justru
membuatkan sebuah rumah yang nyaman untuknya.

Hal berikut ini juga luar biasa
Jika Anda berdiri di dekatnya dan memperhatikan, akan terdengar bunyi suara
lonceng. Saat mencari sumber suara itu, Anda akan melihat bahwa itu berasal
dari kuda yang lebih kecil di padang rumput itu.

Di lehernya dikalungkan sebuah lonceng kecil. Suaranya akan memberi tanda
kepada kuda yang buta arah kuda kecil berada, sehingga bisa mengikutinya.

Ketika Anda berdiri dan memperhatikan kedua kuda itu, Anda akan melihat
bahwa kuda yang memiliki lonceng selalu menoleh memperhatikan kuda yang
buta, dan kuda yang buta akan mendengar suara lonceng dan kemudian berjalan
perlahan ke arahnya; percaya bahwa dia tidak akan tersesat.

Saat kuda dengan lonceng kembali ke kandang pada sore hari, dia setiap kali
akan selalu berhenti dan menoleh, memastikan bahwa temannya yang buta tidak
berjalan terlalu jauh untuk bisa mendengar bunyi loncengnya.

Seperti pemilik dari kedua kuda ini, Tuhan tidak pernah membiarkan kita
terbuang hanya karena kita tidak sempurna atau kita sedang menghadapi
masalah atau tantangan.

Dia mengawasi kita dan bahkan membawa orang lain ke dalam hidup kita untuk
menolong kita saat kita membutuhkannya.

Kadang-kadang kita adalah kuda buta yang dituntun oleh bunyi pelan lonceng
dari orang-orang yang ditempatkan Tuhan dalam kehidupan kita.

Teman baik selalu seperti itu ... Anda tidak pernah selalu melihat mereka,
tapi Anda tahu bahwa mereka selalu ada di sana.

Dengarkanlah lonceng saya dan saya akan mendengarkan lonceng Anda.

Dan ingat ... bersikaplah ramah lebih dari biasanya - siapa saja yang Anda
temui adalah ibarat pergumulan dalam suatu pertempuran.

Live simply,
Love generously,
Care deeply,
Speak kindly ....

(dari haryono99@gmail.com)

Rabu, 13 Januari 2010

Sebuah Renungan tentang KESUKSESAN

Sebuah Renungan tentang KESUKSESAN
Sebuah Renungan tentang KESUKSESAN

Sukses itu sederhana,
Sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya,
Sukses itu tidak serumit/serahasia seperti kata Kiyosaki/Tung Desem
Waringin/The Secret,
Sukses itu tidak perlu dikejar,
SUKSES adalah ANDA!
Karena kesuksesan terbesar ada pada diri Anda sendiri...

Bagaimana Anda tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1
ovum, itu adalah sukses pertama Anda!

Bagaimana Anda bisa lahir dengan anggota tubuh sempurna tanpa cacat, itulah
kesuksesan Anda kedua...

Ketika Anda ke sekolah bahkan bisa menikmati studi S1, di saat tiap menit
ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses Anda
ketiga...

Ketika Anda bisa bekerja di perusahaan bilangan segitiga emas, di saat 46
juta orang menjadi pengangguran, itulah kesuksesan Anda keempat...

Ketika Anda masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang
mati kelaparan setiap bulannya itulah kesuksesan Anda yang kelima...

Sukses terjadi setiap hari,
Namun Anda tidak pernah menyadarinya. ..

Saya sangat tersentuh ketika menonton film Click! yang dibintangi Adam
Sandler, "Family comes first", begitu kata2 terakhir kepada anaknya sebelum
dia meninggal...

Saking sibuknya Si Adam Sandler ini mengejar kesuksesan, ia sampai tidak
sempat meluangkan waktu untuk anak & istrinya, bahkan tidak sempat
menghadiri hari pemakaman ayahnya sendiri, keluarga nya pun berantakan,
istrinya yang cantik menceraikannya, anaknya jadi ngga kenal siapa
ayahnya...

Sukses selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa
terus2an jadi best seller
dengan membuat sukses menjadi hal yg rumit dan sukar didapatkan.. .

Sukses tidak melulu soal harta,rumah mewah,mobil sport,jam Rolex,pensiun
muda,menjadi pengusaha,punya kolam renang/helikopter, punya istri cantik
seperti Donald Trump,&resort mewah di Karibia...

Sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan,
sukses yang sejati adalah menikmati & bersyukur atas setiap detik kehidupan
Anda, pada saat Anda gembira, Anda gembira sepenuhnya, sedangkan pada saat
Anda sedih, Anda sedih sepenuhnya,
setelah itu Anda sudah harus bersiap lagi menghadapi episode baru lagi.

Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak menipu,
apalagi scam, saleh & selalu rendah hati, Sukses itu tidak lagi
menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan
kesembuhan ketimbang sakit,

Sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan, dan
kekurangan Anda apa adanya dengan penuh syukur.

Pernahkah Anda menyadari?
Anda sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang
Uang hanyalah alat tukar,
Anda sebenarnya membeli rumah dari waktu Anda.
Ya, Anda mungkin harus kerja siang malam utk bayar KPR selama 15 tahun atau
beli mobil/motor kredit selama 3 tahun.
Itu semua sebenarnya Anda dapatkan dari membarter waktu Anda,
Anda menjual waktu Anda dari pagi hingga malam kepada penawar tertinggi
untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan, pulsa telepon dll...

Aset terbesar Anda bukanlah rumah/mobil Anda, tapi diri Anda sendiri,
Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang
bodoh...
Semakin berharga diri Anda, semakin mahal orang mau membeli waktu Anda...

Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Kiyosaki bicara ngalor ngidul di
seminar bisa dibayar 200 juta atau harga 2 jam seminar Pak Tung bisa
mencapai 100 juta!!!

Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods & Michael Jordan
sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike.
Suatu produk bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi
karena produk tsb dipakai oleh siapa....

Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa
terjual 80 juta dollar,
sedangkan bola basket bekas dengan merk sama, bila kita jual harganya
justru malah turun...

Hidup ini kok lucu, kita seperti mengejar fatamorgana, bila dilihat dari
jauh, mungkin kita melihat air/emas di kejauhan, namun ketika kita kejar
dng segenap tenaga kita & akhirnya kita sampai, yang kita lihat yah cuman
pantulan sinar matahari/corn flakes saja
oh...ternyata. ..

Lucu bila setelah Anda membaca tulisan di atas
Namun Anda masih mengejar fatamorgana tsb, ketimbang menghabiskan waktu
Anda yg sangat berharga bersama dengan orangtua yg begitu mencintai Anda,
memeluk hangat istri/kekasih Anda, mengatakan "I love you" kepada orang -
orang yang anda cintai: orang tua, istri, anak, sahabat2 Anda.

Lakukanlah ini selagi Anda masih punya waktu, selagi Anda masih sempat,
Anda tidak pernah tahu kapan Anda akan meninggal, mungkin besok pagi,
mungkin nanti malam,

LIFE is so SHORT.

Luangkan lebih banyak waktu untuk melakukan hobi Anda, entah itu bermain
bola, memancing, menonton bioskop, minum kopi, makan makanan favorit
Anda,berkebun, bermain catur, atau berkaraoke.. .

Enjoy Ur Life, LIFE is so SHORT my dear friend....


From...

JIsmanto

Selasa, 12 Januari 2010

Haruskah Hati Menciptakan Jarak

Haruskah Hati Menciptakan Jarak

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya,
"Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah,
ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat
tangan dan menjawab, "Karena saat seperti itu ia
telah kehilangan kesabaran, karena itu ia
lalu berteriak."

"Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya
justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak?
Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?"

Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang
dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak
satu pun jawaban yang memuaskan.
Sang guru lalu berkata, "Ketika dua orang sedang
berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua
hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik
mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak
yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya,
semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka
menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang
ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi.
Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan, "Sebaliknya, apa yang
terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta?
Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka
berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu
halus dan kecil. Sehalus apa pun, keduanya bisa
mendengarkan nya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"

Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya.
Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan
jawaban.

"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka
tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak
perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah
cukup membuat mereka memahami apa yang ingin
mereka sampaikan."

Sang guru masih melanjutkan, "Ketika Anda sedang
dilanda kemarahan, jangan lah hatimu
menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak
mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di
antara kamu. Mungkin di saat seperti itu,
tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara
yang bijaksana. Karena waktu akan membantu Anda."

sent by haryono99@gmail.com

Minggu, 10 Januari 2010

Ilustrasi Ramesh

Ilustrasi Ramesh

'Mengapa ada beberapa orang yang mampu melewati badai cobaan paling dahsyat
dalam hidupnya dan tetap berdiri tegar.
Sementara beberapa lainnya selalu mengeluh, complain terus tentang setiap
gangguan kecil dalam hidupnya dan akhirnya semakin terpuruk?'

Ramesh menjelaskan-nya dalam kisah ilustrasi yang sangat indah ini.

'Suatu saat, hidup seorang yang sangat dipenuhi oleh roh kasih dalam
hidupnya.
Ketika ia meninggal, semua orang mengira bahwa manusia sepertinya pasti
langsung masuk ke Surga.

Tetapi karena sesuatu dan lain hal, malaikat di Surga berbuat kesalahan.
Ia kelewatan nama orang itu dan berpikir karena orang tersebut tidak
terdaftar di Surga, tempatnya adalah di 'tempat satunya lagi' dan ia
langsung mengirimnya ke Neraka!

Dan di Neraka, tidak ada yang men-cek reservasi anda.
Semua yang dibuang di sana adalah penghuni abadi.
Jadi begitulah, orang tersebut tinggal tanpa membantah karena ia berpikir
mungkin dia belum layak untuk tinggal di surga.

Hanya seminggu kemudian, Raja Iblis pergi ke Surga.
Marah-marah menuduh bahwa Kerajaan Surga telah melakukan terorisme di
Neraka.

'Ada apa?', tanya malaikat Surga.

Sang Raja Iblis berteriak dengan murka.

"Apa maksud kalian mengirim orang ini ke Neraka.
Dia benar-benar merusak tempatku.
Sejak awal, dia tidak pernah membalas siapa pun yang menyakitinya. Malahan
ia selalu mendengarkan, mengasihi dan menghibur yang lain. Sekarang semua
penghuni di sekeliling orang ini mulai saling memeluk dan mengasihi satu
dengan lainnya.
Ini bukan Neraka yang ku-kehendaki.
Ini orangnya aku kembalikan, aku tidak perduli.
Pokoknya aku tidak bisa menerimanya di kerajaan-ku!"

Dan Ramesh menutup ceritanya dengan berkata,

"Maka hiduplah dengan penuh cinta dan kasih dalam hatimu.
Sehingga apa pun yang terjadi denganmu, sampai sekalipun malaikat melakukan
kesalahan dan mengirim-mu ke Neraka, Sang Iblis sendiri yang akan
mengantarmu kembali ke Surga."

Rabu, 06 Januari 2010

If life is so short....

If life is so short....

Saya pertama kali bertemu dengan Charles dan Linda Graham saat pasangan
asal
Amerika itu ikut serta dalam rombongan tur ke Eropa Barat yang saya pimpin,
kira-kira 12 tahun yang lalu. Ketika itu mereka mengadakan perjalanan dalam
rangka memperingati ulangtahun emas perkawinan mereka. Saya banyak
berkomunikasi dengan mereka sebab mereka duduk di baris pertama pada bus
yang kami kendarai sepanjang perjalanan, tepat di belakang bangku tempat
duduk saya.

Selama 14 hari perjalanan mengunjungi 9 kota di 5 negara, pasangan yang
sudah berusia lebih dari 70 tahun itu kerap menjadi perhatian saya. Bukan
karena saya mengkhawatirkan kondisi fisik mereka yang mungkin kelelahan
akibat perjalanan panjang, karena untuk ukuran kebanyakan orang seusianya,
mereka tergolong cukup sehat dan lincah. Yang saya perhatikan justru
bagaimana mereka tampak begitu menikmati setiap momen dalam perjalanan
tersebut.

'Pengamatan' yang saya lakukan secara sembunyi-sembunyi terhadap mereka -
entah
dengan mencuri pandang melalui kaca spion bus yang kebetulan mengarah
langsung pada mereka, atau memperhatikan bagaimana mereka berunding untuk
menentukan mau pergi ke mana ketika acara bebas-membuat saya melihat ada
sesuatu yang 'berbeda' diantara keduanya dibandingkan para peserta lain.
Keduanya tampak sangat ceria, yang terpancar jelas dari raut wajah mereka
yang sudah dipenuhi keriput.

Rasa penasaran saya atas pasangan Charles dan Linda belum sempat terjawab
ketika perjalanan yang kami lakukan sudah harus berakhir. Seluruh rombongan
berpisah untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing, sementara saya
melanjutkan hidup saya seperti biasa.

Setahun berikutnya, ketika ditugaskan untuk memimpin sebuah rombongan tur
ke
Eropa Timur, secara tak sengaja saya bertemu lagi dengan Charles dan Linda
yang ternyata juga ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin saat
itu.
Kali ini mereka melakukan perjalanan untuk merayakan ulangtahun perkawinan
yang ke-51.

Lantaran sudah saling kenal sebelumnya, kami menjadi cepat akrab.
Sebenarnya, saat itu saya hanyalah seorang tur leader pengganti lantaran
tur
leader yang seharusnya memimpin perjalanan tersebut mendadak jatuh sakit.
Di
awal perjalanan, saya berterus terang kepada para peserta tur bahwa saya
kurang familiar dengan rute perjalanan kali ini.

Di luar dugaan, Charles secara diam-diam berbicara banyak tentang saya
kepada para peserta tur lainnya berdasarkan pengalaman yang dialaminya saat
ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin setahun sebelumnya. Tentang
bagaimana saya sudah menjadi tur leader yang menurut dia sangat baik dan
caring serta berbagai hal-hal positif lainnya.

Berkat dia pulalah, sebagian besar peserta tur jadi memiliki penilaian
positif terhadap saya. Konsekuensinya, saya jadi lebih tertantang untuk
berbuat semaksimal mungkin, memberikan kualitas layanan yang terbaik dan
memuaskan.

Pengalaman memimpin grup tur ke Eropa Timur saat itu adalah awal perjalanan
karir saya sebagai seorang tur leader, namun justru di saat saya merasa
banyak kemungkinan untuk melakukan kesalahan karena minimnya 'jam terbang'
dan penguasaan medan, hampir seluruh peserta tur malah memberikan dukungan
positif atas apa yang saya lakukan saat itu sehingga saya merasakan situasi
yang nyaman sepanjang perjalanan tersebut. Dan semua itu disebabkan karena
berbagai pernyataan positif yang disampaikan oleh Charles.

"Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani, kalau bisa membuatnya lebih
indah, kenapa harus dijalani dengan airmata. Kalau bisa memotivasi orang
lain dengan pujian, mengapa kita harus menyampaikannya dengan
celaan?*"*demikian kata Linda saat saya menyampaikan terimakasih atas
'promosi' yang
dilakukan suaminya untuk saya.

Prinsip *"Life is too short"* yang dianut oleh Charles dan Linda itu
membuat
saya merenung tentang makna hidup yang sudah saya jalani saat ini. Usia
pernikahan yang mereka jalani hingga sanggup mencapai angka di atas 50
tahunadalah suatu hal yang langka, dan menurut saya perjalanan hidup
mengarungi
kehidupan selama 70 tahun lebih bukanlah waktu yang singkat pula.

"Kita tidak pernah tahu kapan hidup ini bakal berakhir, kapan saat terakhir
kita bakal bertemu dengan orang yang kita kasihi. Bisa saja besok saya atau
kamu dipanggil Tuhan, dan alangkah menyesalnya kita ketika menyadari betapa
banyak hal yang sebenarnya ingin kita capai, ternyata tidak pernah
terwujudkan. Jika setiap saat kita berpikir bahwa hidup ini terlalu singkat
untuk dijalani, maka kita akan termotivasi untuk memberikan makna terbaik
pada hari-hari yang kita jalani saat ini*,*" demikian ungkap Charles
panjang
lebar. "Dan jika pada kenyataannya kita diberi anugerah untuk menjalani
hidup ini lebih lama, bukankah hari-hari yang sudah kita lalui bakal
menjadi
rangkaian kenangan nan indah? "

Selama kehidupan pernikahan kami, rasanya kami tidak sempat meributkan
hal-hal kecil karena waktu kami telah tersita dengan pemikiran bagaimana
mengisi hari-hari 'pendek' kami dengan sebaik mungkin."

Perkataan Charles dan Linda itu terus melekat di benak saya hingga kini.
Prinsip hidup yang mereka anut telah berhasil mempengaruhi jalan pemikiran
saya, sehingga sejak saat itu saya menjalani kehidupan dengan lebih
bersemangat.

Ketika menikah beberapa tahun yang lalu, saya bersama istri juga telah
bersepakat untuk menjalani kehidupan ini dengan prinsip *'life is so
short'*.
Setiap saat kami selalu berpikir bagaimana caranya agar mengisi hari-hari
kami dengan sebaik mungkin. Peringatan hari ulang tahun saya dan istri,
maupun ulangtahun pernikahan, kami menjadi ajang untuk introspeksi tentang
hari-hari yang telah kami lewati bersama, sekaligus merencanakan apa yang
akan kami lakukan untuk kurun waktu setahun ke depan.

Kami menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan isi hati dan perasaan
masing-masing dan tidak ragu-ragu untuk saling mempersembahkan yang terbaik
dan berupaya untuk saling membahagiakan satu sama lain. Setiap kali ada
konflik yang terjadi, kami berupaya untuk menyelesaikannya dengan sesegera
mungkin.

Banyak orang yang mengatakan bahwa kehidupan rumah tangga yang kami jalani
barulah 'seumur jagung', sehingga saat ini kami baru menikmati yang
manis-manis saja. Memang benar, selama hampir dua tahun kehidupan
pernikahan
kami, hampir bisa dipastikan kami jarang bertengkar. Perselisihan memang
ada, namun kami berdua senantiasa mengupayakannya agar persoalan yang kami
hadapi tidak melebar dan meluas ke mana-mana. "*If you can make it simple,
why make it hard?*", begitu kata Linda .

Apabila setiap saat kami mempertahankan prinsip yang sama dalam menjalani
hidup ini, dan ketika nantinya kami dikaruniakan umur panjang untuk bisa
merayakan ulangtahun pernikahan yang ke-10, 20, 30 atau bahkan yang ke-50
seperti Charles dan Linda , wow.... betapa bernilainya hari-hari yang telah
kami jalani selama ini, dan betapa banyak kenangan indah yang telah terukir
sepanjang kehidupan ini.

Dan kalaupun toh kami tidak dikaruniakan usia yang panjang, setidaknya kami
berdua sudah pernah melewati hari-hari yang indah bersama-sama.

Beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kiriman surat dari Linda (kami
memang sering saling berkirim surat semenjak pertemuan kami di Eropa
bertahun-tahun lalu). Di suratnya Linda menceritakan bahwa Charles telah
meninggal dunia, beberapa saat setelah peringatan ulangtahun pernikahan
mereka yang ke-62. Herannya, saya tidak menangkap kesan kesedihan di dalam
suratnya tersebut.

Bahkan dia mengatakan bahwa mereka berdua sudah sejak lama bersiap
menghadapi momen perpisahan yang tak mungkin terelakkan oleh manusia
manapun
di dunia ini. Linda mengungkapkan bagaimana beruntungnya mereka bisa
melewati saat kebersamaan yang panjang, dan bersyukur atas begitu banyak
peristiwa yang boleh mereka jalani berdua. Dan ketika memang 'saat' itu
tiba, yang terungkap justru rasa syukur karena telah diberi banyak
kesempatan untuk menjalani hari demi hari bersama dengan orang yang
dicintainya.

*When you think your life is so short and when you always keep trying to
fill up your days with cheers and laughter; someday you'll be amazed, how
many great moments you've been through in your lifetime.* Itulah kalimat
penutup yang ditulis Linda Graham dalam surat terakhir yang dikirimkannya
pada saya.

MARI BELAJAR TERUS

Mari belajar terus

Dari tetesan air mata, kita belajar mengerti,
dari rasa kuatir, kita belajar mempercayai,
dari kehilangan, kita belajar menghargai,
dari kesalahan, kita belajar memaafkan.

Dikatakan memang manusia harus belajar seumur hidup,
bukan hanya di bangku sekolahan saja, tetapi juga di
masyarakat dan dari setiap proses kehidupan yang kita
jalani. Setiap menghadapi sesuatu, kita belajar dari hal
tersebut sehingga kita memiliki pengalaman.
Dengan pengalaman, maka kita dapat mengambil
tindakan di kemudian hari dengan lebih baik dan lebih
tepat.

Sekarang marilah kita belajar dari setiap hal kecil yang
kita alami. Pada saat kita memiliki keinginan,
seringkali keinginan itu tidak terwujud, sehingga kita
meneteskan air mata karena kecewa. Tetapi dengan
berjalannya waktu, kita menyadari bahwa hal tersebut
ternyata membawa dampak lain yang lebih baik;
semuanya telah Tuhan atur sehingga indah dan tepat pada
waktunya. Dari hal ini kita memperolah pengertian baru
yang harus kita sukuri.

Saat kita merasa kuatir, kita menyerahkannya kepada
Tuhan dalam doa, dan ... ternyata semua kekuatiran kita
tidak terwujud. Nah disini kita belajar percaya bahwa
Tuhan selalu menyertai umatNya yang percaya. Saat kita
kehilangan barang atau seseorang, kita baru menyadari
akan pentingnya barang atau orang itu. Dulu kita tidak
menghargainya, dan sekarang ternyata kita
membutuhkannya, karena itu marilah kita menghargai
semua barang dan teman atau keluarga yang ada di
samping kita. Janganlah terlambat sehingga kita menyesal
di kemudian hari.

Tidak ada manusia yang terlepas dari kesalahan, diri kita
pun sering berbuat salah, karena itu marilah kita
berempati kepada orang yang telah berbuat salah
sehingga kita dapat membuka pintu hati untuk memaafkannya. Amin !

Hayono

Selasa, 05 Januari 2010

Sifat Kepiting

Sifat Kepiting

Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak
banyak yang tahu sifat kepiting. Semoga Anda tidak
memiliki sifat kepiting yang dengki.

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap
dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya
kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu
dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan
ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat.

Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus
dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.
Yang paling menarik dari kebiasaan ini,
kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar
dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan
capit-capitnya yang kuat.

Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu
tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha
meloloskan diri.

Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat
si kepiting. Bila ada seekor kepiting yang hampir
meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya
pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar.

Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom,
lagi-lagi temannya akan menariknya turun... dan begitu
seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang
berhasil keluar.

Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka
semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.
Begitu pula dalam kehidupan ini...

Tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti
kepiting-kepiting itu. Yang seharusnya bergembira jika
teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita
malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih
dengan jalan yang nggak bener.

Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung
unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan
semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa
sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa
di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan
siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu
seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri
kita seutuhnya.

Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau
bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang
pasti kita menang dalam kehidupan ini.

Pertanda seseorang adalah 'kepiting', jika :

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang
lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya
suatu prinsip/pedoman dalam bertindak

2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan

3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak
mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya
sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari
baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri.

Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong
keluar dari baskom, namun yah... dibutuhkan jiwa yang
besar untuk melakukannya...

Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk
memikirkan cara-cara menjadi pemenang.
Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama.

Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara
pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat
dan sukses.


haryono99@gmail.com